Kajian Metode Montessori untuk Meningkatkan Kemandirian Anak pada Masa Peralihan

Oleh : Hely Oliyah, S.Pd (Guru Kelas 1 SDN 3 Cibunigeulis Kota Tasikmalaya)

Sekolah dasar merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menjelang masa pra-pubertas. Pada masa ini memang cukup penting karena seluruh aspek perkembangan sudah mulai terbentuk, mulai dari moral, nilai agama, kognitif, bahasa, sosial emosi, dan psikomotor, dan lain sebagainya. Termasuk terbentuknya perkembangan kemandirian bagi anak.

Read More

Menurut Parker (2005) kemandirian berkenaan dengan pribadi yang mandiri, kreatif dan mampu berdiri sendiri yaitu memiliki kepercayaan diri yang bisa membuat seseorang mampu sebagai individu untuk beradaptasi dan mengurus segala hal dengan dirinya sendiri. Serta peran dari keluar dan lingkungannya sendiri sangat berpengaruh untuk perkembangan pribadinya. Sependapat dengan Hasan, (2009) menyatakan bahwa peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain dari itu, pengembangan kemandirian anak menurut Suhada (2016) dapat dilakukan dengan cara: a) meningkatkan proses belajar mengajar yang absolut; b) mengajak anak ikut serta dalam menetukan keputusan; c) Memberikan keleluasaan pada anak dalam mengeksplorasi lingkungan; d) Penerimaan positif tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lainnya; dan e) mempererat hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.

Perkembangan kemandirian di sekolah dasar menjadi prioritas dalam lembaga pendidikan, jika di sekolah dasarnya sudah dilatih kemandirian sesuai tahapan perkembangannya, maka dapat dipastikan anak yang mandiri dapat memecahkan masalahnya tanpa berharap bantuan orang lain, dan siap menyongsong di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, pendidik harus berfikir secara logis bagaimana cara memilih metode yang cocok untuk mengembangkan kemandirian anak melalui pembiasaan dan menyelesaikan tugas di sekolah dengan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dengan demikian, penulis berfokus membahas metode untuk mengembangkan kemandirian pada anak. Maka, metode yang dipilih dan digunakan ialah Metode Montessori. Metode ini dirumuskan oleh seorang tokoh pendidikan bernama Maria Montessori, dimana di masa hidupnya Maria Montessori mendedikasikan hidupnya untuk mendidik anak-anak supaya perkembangan kemandirian anak lebih terarah. Ditulisnya artikel ini bertujuan untuk informasi bagi guru dalam mengembangkan dalam inovasi pembelajaran supaya tidak terkesan monoton, maka guru harus terampil dan mencari terobosan baru terkait pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa untuk perkembangan dalam hidupnya.

Menurut Hainstock (2008) menyatakan bahwa metode Montessori merupakan salah satu bentuk pembelajaran dengan menggunakan pendekatan individual, dimana anak mengatur belajarnya sendiri, memanfaatkan media pembelajaran yang dapat diawasi dan diperbaiki bila salah oleh mereka sendiri, pendidik hanya memantau kebiasaan dan gaya anak. Metode ini dirancang khusus untuk menumbuhkan minat belajar anak, mendalami segala potensi dan kemampuan anak baik fisik maupun psikisnya. Montessori (Sit, 2017) menyatakan, cara mendisiplinkan anak dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk mengerjakan apa yang ingin mereka kerjakan.

Dalam proses pembelajaran, untuk memandirikan anak menggunakan metode Montessori, tehnik shaping sangat cocok digunakan. Menurut Arhan(2014) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam memandirikan anak menggunakan metode shaping menurut yaitu menentukan perilaku yang diinginkan, memilih perilaku, memilih langkah-langkah pembentukan dan dalam pelaksaan kegiatan anak dapat menjadi mandiri tanpa bantuan dari orang lain. Secara teori menurut Diana (2017) bahwa model pendekatan pembelajaran Maria Montessori memberikan kebebasan kepada setiap anak untuk belajar sesuai dengan keinginannya sendiri. Materi yang dipelajari sesuai dengan pilihannya sendiri dan menentukan berdasarkan kemampuan dan minat anak. Montessori menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar dengan bebas sesuai dengan keinginannya hanya melalui disiplin diri. Ketika anak memahami dengan baik bagaimana teknik dan materi belajar, berkreasi sesuai keinginan, maka ia termasuk imajinatif.

 

Menurut Savitri (2019) aktivitas metode Montessori begitu komplet memerinci setiap aktivitas dalam kehidupan sehari-hari menjadi serangkaian rencana pelaksanaan pembelajaran, termasuk dalam pengembangan area keterampilan hidup (Exercise Practical of Life), yang dibagi menjadi empat area spesifik, yakni (1) latihan gerakan dasar dan aktivitas untuk persiapan belajar; (2) latihan mengutus diri sendiri; (3) latihan merawat lingkungan; dan (4) latihan pengembangan keterampilan sosial, tata krama, dan kesantunan.

Roopnarine dan Johnson (2011) menyatakan bahwa dalam pandangan Montessori, tujuan alami anak adalah kemandirian pada variasi “Aku bisa melakukannya sendiri”. Dari semua bahan pembelajaran dan pengalaman yang ditawarkan kepada anak agar anak bisa menentukan apa yang bermanfaat dan menarik bagi anak maka kebebasan sangat diperlukan. Ada berbagai kegiatan khusus, terkait perawatan diri (misalnya menggosok gigi, menghias bingkai foto untuk melatih kemampuan menggunakan berbagai jenis perekat, membersihkan hidung, menyisir rambut); merawat lingkungan (menyiram tanaman, menyemir sepatu, membersihkan jendela, berkebun); kecakapan hidup (menjahit, menyediakan makanan); pengembangan motorik halus (kegiatan memindahkan, misalnya menuangkan dan memoles); dan kehidupan bermasyarakat (membenahi meja, mengatakan “permisi” atau “terima kasih”, dan lain sebagainya).

Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan berkaitan dari sumber yang dikemukakan para ahli bahwa Metode Montessori efektif digunakan untuk meningkatkan kemandirian anak pada pada masa pealihan dari kanak-kanak ke jenjang sekolah dasar.. Metode ini juga dapat mendorong anak menggali potensi yang terdapat dalam diri anak serta memerdekakan pembelajaran bagi anak dan menyediakan lingkungan yang menyenangkan untuk merancang sendiri pengetahuannya. Hal tersebut dapat terjadi karena anak akan aktif dalam mengolah pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya.. Peran seorang guru dalam pembelajaran melalui metode Montessori yaitu sebagai fasilitator, mengobservasi kegemaran dan setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak sehingga guru dapat memperoleh pengetahuan terkait perilaku dan aspek perkembangan anak, dan mencocokkan atau memodifikasi lingkungan untuk memenuhi keperluan anak. Hal yang paling penting, bukan berarti pembelajaran melalui Metode Montessori ini memberi kebebasan tanpa batas pada anak, melainkan peran seorang guru disini dapat dikatakan sebagai kontrol terhadap peserta didiknya.

Daftar Pustaka :

Arhan, M. (2014). Implementasi Metode Shaping dalam Menanamkan Kemandirian Anak Di Kelompok A Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Pontianak Selatan. Universitas Muhammadiyah Pontianak.

Diana. (2017). Model-model Pembelajaran Anak Usia Dini. Yogyakarta: Deepublish. Parker, D. K. (2005). Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Hainstock. (2008). Kenapa Montessori?Jakarta: Mitra Media.

Hasan, M. (2009). PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Yogyakarta: DIVA Press.

Roopnarine, J. L., & Johnson, J. (2011). Pendidikan Anak Usia Dini: Dalam Berbagai Pendekatan. Jakarta: Kencana.

Savitri, I. M. (2019). Montessori for Multiple Intelligences. Yogyakarta: Bentang.

Sit, M. (2017). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Depok: Kencana.

Suhada, I. (2016). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini (Raudhatul Athfal). Bandung: Rosda.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *