Kemendikbudristek Gelar Talk Show Ruang Publik sebagai Titik Temu Ekosistem Kebudayaan

Tangerang – GM | Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek, menyelenggarakan Talk Show bertema “Perluasan Ruang Publik: Menghidupi Ruang Publik Sebagai Titik Temu Ekosistem Kebudayaan”. Bertempat di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Serpong Damai (BSD), Kabupaten Tangerang, 23/02/2024.

Kegiatan ini bertujuan untuk membuka ruang dialog tentang Ruang Publik dalam Pemajuan Kebudayaan serta salah satu implementasi dari cipta kawasan pemajuan kebudayaan.

Bacaan Lainnya

Dalam talk show ini akan mengulas dan menceritakan bagaimana pengalaman dan tantangan dalam mengaktivasi serta mengelola ruang publik sebagai kohesi kebudayaan dan sosial masyarakat.

Hadir sebagai pembicara, Handoko Hendroyono CEO Filosofi Kopi dan M-Bloc Grup, Arif Yudi Jatiwangi Art Factory, dan Founder Spedagi Movement Singgih Kartono, serta dipandu oleh Diana Nazir sebagai moderator.

Dialog interaktif terjalin tidak hanya pada peserta yang hadir di lokasi kegiatan, namun juga para peserta yang datang secara online melalui aplikasi Zoom.

Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Restu Gunawan, menyampaikan, bahwa talkshow ini merupakan bagian dari program Platform Indonesiana. Platform Indonesiana memiliki azas gotong royong, partisipatif, penguatan lokal, keragaman, dan ketersambungan.

“Untuk membangun ekosistem pembangunan kebudayaan, Platform Indonesiana mendorong kolaborasi dan gotong royong bagi komunitas, pelaku budaya, dan pemerintah daerah untuk mengaktivasi ruang publik yang inklusif dan representatif sebagai ruang ekspresi kebudayaan,” ujarnya.

Keberadaan Platform Indonesiana juga bertujuan untuk menguatkan jejaring bagi para pelaku budaya dan pengelola ruang publik.

Talk show yang terlaksana merupakan kerja sama antara Kemendikbudristek dengan ARCH.ID serta Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), berada di tengah kegiatan yang juga sedang berlangsung yaitu Pameran Arsitektur Indonesia yang ke-4 dengan tema Placemaking: Tolerance.

Kegiatan ini mendapat apresiasi dari para peserta dan pembicara saling bercerita praktik baik dan permasalahan dalam mengelola dan mengaktivasi ruang publik.

Seperti yang diungkap Arif Yudi bagaimana dirinya bersentuhan awal dengan bekas pabrik genteng yang kemudian berhasil disulap menjadi ruang publik yang menjadi titik temu anak muda kreatif di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Hal serupa juga disampaikan Singgih Kartono, melalui Spedagi Movement (Produk Bambu) yang digagasnya telah membuat kesadaran di masyarakat akan pentingnya semangat lokalitas. Senada dengan pembicara sebelumnya, Handoko Hendroyono CEO Filosofi kopi menyampaikan perlunya kehadiran ruang publik sebagai kawasan pemajuan kebudayaan.

Pada dialog perdana, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, mengutarakan gagasannya terkait Cipta Kawasan Pemajuan Kebudayaan sebagai upaya optimalisasi kawasan.

“Yakni dengan menjadikan keragaman budaya sebagai instrumen pembangunan serta memantik replikasi pergerakan nasional melalui percakapan, gagasan, praktik baik dan terobosan inspiratif untuk pengembangan kota inklusif dan berkelanjutan di Indonesia,” ujarnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *