Lembata NTT – GM | PGRI Lembata serius memberikan dukungan kepada rekan perjuangan Guru Dami untuk mendapat keadilan di mata hukum. Harkat dan martabat guru Dami diinjak atas peristiwa naas pemukulan guru Dami di dalam kelas oleh satu keluarga.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Lembata tidak main-main mengkawal proses hukum pemukulan guru Dami. Untuk itu pada Kamis pagi, (13/3/24) sedikitnya 100 anggota PGRI, mengenakan baju PGRI mendatangi Polres Lembata untuk memberikan surat permohonan audience dengan Kapolres.
Kehadiran mereka pada pukul 11.00 WITA. Selain menghantar surat permohonan audience, pada hari yang sama, sore nanti pukul 15.00 akan mendampingi Guru Dami memberikan keterangan di Kantor Polisi.
Dikomandoi oleh Yoakim Baran, Ketua PGRI Lembata, Pengurus PGRI Lembata dalam surat pernyataan memberikan ultimatum kepada pihak kepolisian Resor Lembata untuk segera menangkap pelaku pengeroyokan guru Dami, 2×24 jam.
Pada pemberitaan sebelumnya, seluruh Ketua Kabupaten dan Kota PGRI se Nusa Tenggara Timur mengutuk keras kasus pemukulan guru Dami. Bagi Ketua PGRI Kabupaten/ Kota se NTT tindakan pengeroyokan adalah tindakan tidak terpuji dan sangat mencoreng dunia pendidikan.
Guru di Lembata mengaku dianiaya dan dikeroyok oleh dua orang, bapak dan anak berinisial MRS (21) di ruangan Kelas SMAN I Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Kejadian ini terjadi di ruangan kelas XIC-4, 19, SMAN I Nubatukan 19 Februari 2024.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Flores Timur, Maksimus Masan Kian mengecam keras tindakan pengeroyokan oleh satu keluarga kepada Guru Damianus Dolu di Lembata. Bagi Ketua PGRI Flores Timur, hal yang terjadi ini adalah sebuah tindakan tidak terpuji dan mestinya tidak boleh ada dalam lingkungan sekolah. Sangat memalukan dan merusak citra guru secara khusus maupun dunia pendidikan secara umum.
Bagi Maksi, seorang guru dalam menjalankan tugas di sekolah, baik sebagai pendidik maupun pengajar tidak mudah seperti yang dibayangkan. Sekian banyak anak dengan karakter yang berbeda harus dibimbing, dibentuk, digembleng menjadi manusia.
“Pesan kami kepada orang tua, proses mengajar, mendidik anak adalah tanggungjawab bersama. seorang guru dalam menjalankan tugas di sekolah, baik sebagai pendidik maupun pengajar tidak mudah seperti yang dibayangkan. Sekian banyak anak dengan karakter yang berbeda harus dibimbing, dibentuk, digembleng menjadi manusia. Ini adalah sebuah pekerjaan yang benar-benar melewati banyak tantangan. Hal mesti terjadi adalah orang tua memberikan dukungan kepada guru,” kata Maksi.
Lebih lanjut, Maksi mengatakan, tidak pernah seorang guru berniat mencelakakan seorang siswa dalam proses pendidikan di sekolah. “Guru juga seorang manusia yang punya kelemahan. Jika orang tua mendapatkan informasi dari siswa, tidak harus mengambil sikap dengan main hakim sendiri. Perlu ada langkah penyelesaian yang lebih manusiawi bukan melakukan tindakan secara membabi buta. Kami Pengurus PGRI Kabupaten Flores Timur mengecam keras tindakan inu dan harapan kami, segera ada tindakan hukum. Tangkap segera, pelaku penganiayaan guru,” kata Maksi. (Red/Humas PGRI Flores Timur)