Pembelajaran matematika adalah pelajaran yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Pada proses pembelajarannya siswa dituntut memahami dan dapat mengaplikasikannya terhadap kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang bercermin melalui kemampuan berfikir kritis, logis, sitematis dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi pada kenyataannya pembelajaran matematika tidaklah mudah karena fakta menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah merupakan mata pelajaran yang kurang diminati siswa . Hal ini mungkin disebabkan dalam mempelajari matematika siswa kurang menguasai konsep dan siswa kurang banyak latihan mengerjakan soal-soal matematika dan pemahaman siswa terhadap matematika kurang.
Pada umumnya siswa masih menganggap bahwa pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan karena tingkat kesulitan dianggap tinggi. Hal serupa diungkapkan oleh Ruseffendi E.T. (2005:157) yang mengatakan, ”Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, rumit, dan memperdayakan”.
Seperti yang terjadi kelas VI SDN 5 Gunungpereng, siswa sering mengalami kesulitan tentang pemahaman konsep pada materi lingkaran. Kebanyakan siswa tidak bisa menyelesaikan permasalahan mengenai materi lingkaran yang dikaitkan dengan materi lain, sehingga banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru telah berupaya melakukan beberapa diantanya melakukan variasi terhadap model bealajr yang digunakan, tetapi karena kurang efektifnya model belajar yang digunakan upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Hal lain yng memengaruhi kurang berhasilnya pembelajaran adalah karena pasifnya ssiwa dalam belajar, ketika guru selesai menjelaskan, dan mereka ditanya mengenai pemahaman terhadap yang dijelaskan oleh guru, mereka hanya diam, kemungkinan mereka takut atau malu untuk bertanya, padahal mereka belum paham akan materi tersebut. Kondisi ini menyulitkan guru untuk mengetahui sejauh mana pemhaman materi yang dikuasai oleh siswa.
Tetapi guru, harus berupaya meningkatkan pemahaman siswa, guru merasa haru merubah model belajar yang digunakan, di mana model tersebut, dapat menjembantani interaksi siswa dan guru secara lebih terbuka.
Berdasarkan referensi dari berbagai jenis penelitian yang dibaca oleh guru, terdapt model belajar yang menurut guru tepat digunakan, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Sahre (TPS). Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Sahre (TPS) adalah pembelajaran yang merangsang aktivitas siswa untuk berfikir dan mendiskusikan hasil pemikirannya dengan teman, dan juga merangsang keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Ibrahim, Muslimin, et.al. (Fadholi, Arif 2009:6) menyatakan ”Think-pair-share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain”.
Langkah-langkah pembelajaran Think Pair Sahre (TPS), sesuai namanya adalah Think (berpikir) Pair (berpasangan) dan Share (berbagi) pada pembelajaran matematikan tentang lingkaran yang diguanakan guru adalah ; 1) Setelah guru menjelaskan materi lingkaran, guru menyampaikan sebuah pertanyaan mengenai materi keliling lingkaran, guru memberi waktu selama 3 menit kepada siswa untuk menyiapkan jawaban mereka; 2) selanjutnya pada tahap Pair, guru memepersilakan siswa untuk berpasangan dengan teman sebangku, kemudian mereka diminta untuk mendiskusikan hasil jawaban masing-masing atas pertanyaan guru, mereka mencari sebuah kesepahaman dari hasil diskusi mereka, pada proses ini, guru memberi watktu lebih kurang, 8 menit;3) Tahap selanjutnya adalah Share atau berbagi, pada tahap ini guru memotivasi siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi berpasangan mereka di depan kelas. Dari semua presentasi siswa dan guru memyimpulkan masing-masing materi.
Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa salah satu kelemahan belajar siswa adalah kurangnya rasa percaya diri, maka dengan model belajar ini, akan terjadi diskusi antar siswa dalam kelompok, dan mereka diberi kesempatan untuk mempresentasikan berdua, hal tersebut memebri admpak positif terhadap rasa percaya diri siswa, selain itu penghargaan dari guru dan teman-teman lainnya atas hasil presentasi siswa semakin menguatkan rasa percaya diri siswa.
Kelebihan model belajar Think Pair Sahre (TPS) yang dirasakan oleh guru, selain menignkatnya rasa percaya diri, pemahaman siswa pun meningkat, hal tersebut terjadi karena seringnya mereka bertukar pikiran untuk menjawab pertanyaan dari guru, mencari sumber untuk memecahkan pertanyaan guru adn melakukan konfirmasi kepada guru.
Keberhasilan penggunaan model belajar Think Pair Sahre (TPS) di kelas VI SDN 5 Guunungpereng, ditandai dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika tentang lingkaran. ***