Pangandaran – Gemamitra.com | Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pembentukan Dewan Kebudayaan Daerah. Langkah ini merupakan upaya serius pemerintah daerah dalam melestarikan kebudayaan lokal di tengah derasnya arus modernisasi dan pengaruh global yang terus menguat.
Ranperda ini juga menjadi bagian dari implementasi amanat pemajuan kebudayaan nasional, yang mewajibkan setiap pemerintah daerah membentuk wadah partisipatif berupa Dewan Kebudayaan untuk melibatkan masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan budaya daerah.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Pangandaran, Iwan Muhamad Ridwan, menyampaikan bahwa proses penyusunan peraturan ini mengacu pada Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) yang telah ditetapkan DPRD melalui rapat paripurna, sebelum pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Propemperda merupakan dokumen perencanaan pembentukan Perda untuk jangka waktu satu tahun. Di dalamnya tercantum skala prioritas, materi pokok, dan keterkaitan dengan regulasi lainnya,” terang Iwan saat ditemui awak media, Selasa (13/05/2025).
Iwan menjelaskan bahwa tahapan penyusunan dimulai dari penyusunan bersama antara DPRD dan pemerintah daerah, lalu disepakati dalam rapat paripurna DPRD, dan ditetapkan sebagai Keputusan DPRD.
“Penyusunan Perda Dewan Kebudayaan ini adalah bagian penting dari penguatan kelembagaan budaya lokal. Kami memastikan bahwa prosesnya akan mengikuti prosedur hukum secara ketat agar hasilnya tidak hanya sah, tetapi juga relevan dan aspiratif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Iwan menuturkan bahwa dasar hukum penyusunan Ranperda ini mengacu pada Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang kemudian diperbaharui dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018. Peraturan tersebut memuat panduan teknis mulai dari perencanaan hingga pengundangan, serta penyempurnaan proses harmonisasi dan pembatalan regulasi.
“Permendagri 120 Tahun 2018 merupakan pembaruan penting yang memperjelas prosedur pembentukan dan pembatalan produk hukum daerah, termasuk peraturan gubernur,” tegasnya.
Iwan juga menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan Perda ini. Menurutnya, regulasi yang baik tidak dibuat secara tertutup, melainkan lahir dari interaksi aktif antara pemerintah dan pelaku budaya.
“Perda ini tidak boleh menjadi produk yang eksklusif. Ini harus menjadi refleksi dari dialog dengan masyarakat budaya yang sehari-hari bergelut dengan kehidupan kebudayaan di daerah. Mereka adalah sumber pengetahuan paling otentik,” pungkas Iwan.***