Tasikmalaya – Gemamitra.com | Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Kota Tasikmalaya kembali menegaskan perannya dalam dunia seni dan kebudayaan melalui pementasan drama kolaboratif berjudul “Anak Panggung di Negeri Panggung”, bertempat di Buleud Galery dan Studio, Jln. Pemuda No. 1A Kota Tasikmalaya, 6 Agustus 2025.
Pertunjukan ini terselenggara atas kerja sama dengan Ngaos Art, Komunitas Cermin, dan sejumlah komunitas seni lainnya, serta turut dihadiri oleh Penyuluh Agama Islam KUA Bungursari, Ihsan Farhanuddin, dan Penyuluh Agama Kristen, Jonson Sitorus.
Drama ini menyajikan gambaran getir kehidupan yang penuh kepalsuan dan kemunafikan, di mana kejujuran dan ketulusan diuji oleh realitas yang keras. “Menjaga nilai ketulusan di masa kini seperti menggenggam bara api—sulit, menyakitkan, tapi harus dipertahankan,” ungkap Ihsan dalam refleksinya usai pertunjukan.
Ia menambahkan bahwa pementasan ini adalah bentuk kontemplasi sekaligus kritik sosial terhadap situasi masyarakat yang semakin larut dalam budaya gimik dan kepalsuan.
Melalui alur cerita yang menyentuh dan penuh makna, pertunjukan ini menawarkan tiga nilai utama: kesadaran bertuhan, mencintai sesama, dan menjaga keharmonisan alam. Nilai-nilai tersebut coba dihadirkan sebagai penawar atas kondisi sosial saat ini yang tengah dilanda krisis spiritualitas, meningkatnya individualisme, serta kecenderungan manipulatif dalam kehidupan sehari-hari.
Ihsan juga menuturkan bahwa drama ini merupakan bagian dari proses kreatif menjelang tampilnya kelompok ini dalam ajang Lanjong Art Festival yang akan digelar pada 20–28 Agustus 2025 di Ladang Budaya Tenggarong, Kalimantan Timur. Festival tersebut mengusung tema “Habis Barat Terbitlah Timur” sebagai upaya membangkitkan semangat kebudayaan dari timur Indonesia.
“Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, tapi bentuk edukasi batin melalui seni. Seni menjadi ruang bersama untuk saling mengingatkan, membangun kesadaran, serta memperkuat nilai kemanusiaan dan ketuhanan,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan filosofi Tri Tangtu sebagai dasar pemikiran dalam menanamkan kesadaran kolektif mengenai pentingnya kehidupan selaras antara manusia, Tuhan, dan alam.
Mengakhiri pernyataannya, Ihsan berharap pertunjukan ini bisa menjadi penguat keyakinan di tengah arus zaman yang membingungkan.
“Lewat kolaborasi ini, semoga kita bisa kembali menjadi manusia seutuhnya. Menjaga nilai, berbagi teladan, dan mewariskan kesadaran kepada generasi mendatang,” ujarnya penuh harap. (IhFa)***