Oleh : Ai Yuhani, S.Pd (Guru SDN Cicariu Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya)
Dalam Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,dan pendidikan menengah.
Siswa yang dititipkan orang tua kepada sekolah, memiliki berbagai macam karakter dan latar belakang sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berbeda, dengan segala permasalahannya. Guru sebagai orang tua kedua di sekolah harus mampu menyelami siswa dengan berbagai permasalahan yang dialaminya, baik itu berkaitan dengan masalah pembelajaran, maupun masalah yang berkaitan dengan kepribadian siswa.
Di antara tugas guru yang diuraikan dalam undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menjadi fokus pada pembahasan kali ini adalah tugas mengarahkan. Mengarahkan berarti memberikan petunjuk atau membimbing (KBBI). Guru di sekolah dasar baik itu guru kelas maupun guru bidang harus mampu mengarahkan siswa terutama siswa yang bermasalah. Hal ini harus dilakukan karena di sekolah dasar tidak ada guru bimbingan dan konseling. Demikian juga di SDN Cicariu, Guru harus merangkap menjadi guru bimbingan dan konseling juga. Jadi tugas mengarahkan atau membimbing siswa bermasalah menjadi tanggung jawab guru kelas dan guru bidang.
Dalam peraturan Menpan-RB no. 16 tahun 2009 yang berkaitan dengan penilaian kinerja guru, ditegaskan bahwa guru harus mampu memiliki 14 kompetensi. Kompetensi nomor satu yang harus dikuasai guru adalah mengenal karakteristik peserta didik (siswa).
Karakteristik peserta didik (siswa) meliputi etnik, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik. (https://cdn.g belajar. Simpkb.id).
Guru di sekolah dasar, terutama guru kelas pasti telah mengenal karakteristik siswanya dan mengenal permasalahan yang menimpa siswa berdasarkan perkembangan perilaku, yang dilihat dari perkembangan emosi, perkembangan sosial, dan perkembangan moral yang terjadi sehari-hari di sekolah.
Beberapa siswa ada yang menunjukkan perubahan perilaku yang berbeda dari perilaku sebelumnya yang cenderung ke arah negatif. Sebagai guru, kita harus mencari tahu mengapa siswa tersebut mengalami perubahan perilaku dengan cara bertanya langsung kepada siswa tesebut, teman siswa, atau pun orang tua siswa.
Di SDN Cicariu khususnya di kelas VC ditemukan seorang siswa yang bermasalah, dan setelah ditelusuri ternyata akar penyebab dari masalah yang dihadapi siswa tersebut disebabkan broken home. Broken home adalah suatu kondisi keluarga tidak utuh lagi. Broken home merupakan penggambaran keluarga yang berantakan atau tidak harmonis lagi karena adanya perselisihan, pertengkaran hebat yang berakhir pada perceraian. (https://wwww.detik com.).
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua (ibu kandungnya), diketahui bahwa anak kelas VC tersebut merasa terpukul sekali dengan kondisi ayah dan ibunya yang tidak bersama lagi, apalagi anak tersebut sebagai anak sulung dan memiliki adik sebanyak 4 orang. Anak tersebut pernah memberikan perlawanan terhadap ayahnya.
Sebagai guru borongan, penulis harus dapat mengarahkan siswa dengan latar belakang broken home tersebut sesuai dengan amanat Undang-undang No. 14 tahun 2005. Menurut pengamatan penulis, siswa dengan latar belakang broken home mengalami perubahan perilaku yang menurun drastis baik dari segi perkembangan kognitif, emosi, dan sosial.
Perubahan kognitif yang ditunjukkan siswa di antaranya nilai-nilai yang sangat menurun, banyak tugas yang tidak dikerjakan, dan pergi ke sekolah datang terlambat bahkan sering tidak masuk sekolah. Perubahan dari segi emosi, siswa dengan latar belakang broken home jadi pendiam, malas berbicara, mudah marah, dan mudah tersinggung. Dari segi perkembangan sosial, siswa tersebut lebih senang menyendiri dan melamun. Jika masuk kelas pun, dia hanya menggigit-gigit barang yang dipegang seperti bolpoin ataupun mistar.
Ibu dari siswa tersebut, pernah meminta penulis supaya lebih tegas kepada anaknya bahkan kalau perlu silakan dihukum, agar anaknya lebih semangat berangkat ke sekolah dan lebih bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas dari sekolah.
Oleh penulis, pesan dari orang tua tersebut ditolak, karena latar belakang masalah yang dialami anak tersebut berbeda dengan anak yang lainnya. Dijelaskan juga kepada ibu dari siswa tersebut tentang dampak dari broken home yaitu sebagian anak broken home mengalami suasana hati yang tidak menentu atau suasana hati lainnya, anak broken home juga rentan mengalami stress. Penulis memberikan motivasi juga kepada orang tua dari anak broken home supaya lebih kuat, sehingga anak-anaknya memiliki semangat ketika ibunya tegar.
Yang dilakukan penulis dalam mengarahkan siswa yang broken home adalah berupaya menyelami perasaannya, merasakan suasana hatinya yang penuh kecemasan. Penulis memosisikan diri sebagai ibu kedua baginya. Penulis mengajak berbincang-bincang siswa broken home dan mengatakan bahwa permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan orang dewasa, dan mengaitkannya dengan Pendidikan Agama (Islam) yang berkaitan dengan masalah takdir dan meminta siswa tersebut untuk memperbanyak do’a supaya permasalahan yang dihadapi orang tuanya cepat selesai, dan semua pihak diberi keteguhan hati.
Hal lain yang penulis lakukan yaitu selalu memberinya motivasi dan semangat, memberikan kekuatan bahwa siswa broken home tersebut akan kuat untuk mengahadapinya, dan selalu mengingatkan posisinya sebagai anak sulung harus dapat diandalkan. Ketika siswa broken home melamun di kelas, penulis segera mengalihkan perhatiannya dengan memberinya tugas ke depan kelas dan memberikan reward untuk keberanian ke depan kelas terlepas dari salah dan benarnya jawaban yang diberikan.
Jika datang kesiangan, penulis tidak memberikan sanksi kepada siswa tersebut, hanya menasihati dengan pelan-pelan supaya datang lebih awal. Jika tidak mengerjakan tugas pun, penulis mengarahkannnya untuk mengerjakan sepulang sekolah dengan bimbingan penulis.
Supaya tidak terjadi kecemburuan sosial di kelas atas perilaku penulis terhadap siswa broken home, penulis menjelaskan kepada seluruh siswa di kelas alasan dari perlakuan tersebut. Penulis pun meminta dukungan kepada seluruh siswa agar ikut membantu memulihkan penderitaan dari temannya. Hal ini dijelaskan kepada seluruh siswa Ketika siswa broken home belum datang.
Atas kerja sama dengan ibu kandung siswa broken home, seluruh siswa di kelas, dan kerja sama dengan teman sejawat, akhirnya siswa broken home sudah mulai tersenyum dan mulai mau berbaur. Ketika diberi tugas ke depan kelas misalnya menyanyi, dengan antusias dia ke depan kelas dan matanya berbinar-binar ketika diberi reward, walaupun perkembangan kognitifnya belum sepesat perkembangan emosi, hal itu tidak menjadi penghalang penulis untuk terus membimbingnya, sudah semangat sekolah pun menjadi kebahagiaan tersendiri bagi penulis.
Tugas mengarahkan siswa menjadi tugas yang nyata harus dilakukan guru. Diperlukan kemauan kuat dan kesabaran untuk melaksanakannya. Guru, terutama guru di sekolah dasar harus menyiapkan diri dengan bekal ilmu pengetahuan tentang cara menghadapi berbagai permasalahan yang dialami siswa. Guru harus terus berproses dan terus belajar supaya kompetensinya terus meningkat dan siap menghadapi segala permasalahan dan membantu mengatasinya.***
Maa Sya Alloh…
Betul sekali, kita sebagai seorang pendidik bukan hanya menguasai materi tetapi harus mengenal karakteristik setiap peserta didik sehingga pola pengarahan terhadap peserta didik lebih terarah sesuai karakteristiknya masing-masing
Mantap, luar biasa, sangat menginspirasi.
Semoga menjadi pendidik yang sukses dalam menghantarkan kesuksesan peserta didiknya
Cerita yang sangat menyentuh. Guru harus selalu siap dalam pelayannya dan mengabdikan diri untuk mendidik dan membina muridnya. Guru hebat