Oleh : Hj Elis Lisnawati, S.Pd (Guru SDN 3 Sukamenak)
Lembaga pendidikan menjadi sarana strategis bagi pembentukan karakter bangsa. Pendidikan karakter terutama kemandirian sangat penting bagi setiap peserta didik pada kurikulum merdeka belajar. Peserta didik diharapkan memiliki dan mencerminkan profil pelajar pancasila diantaranya dimensi mandiri, adapun elemen kunci dari mandiri adalah kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Sebagaimana diamanahkan dalam tujuan pendidikan nasional pada UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut “mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab”. Indikator mandiri yang dimaksud adalah membentuk pelajar yang memiliki prakarsa atas pengembangan diri dan prestasinya dengan didasari pada pengenalan akan kekuatan maupun keterbatasan dirinya serta situasi yang dihadapinya dan bertanggung jawab atas proses dan hasilnya.
Melatih kemandirian dimulai pada awal tahun ajaran baru, biasanya sekolah memberi kebijaksanaan dalam waktu tertentu kepada orang tua siswa untuk mengantarkan dan menunggui putra putrinya di sekolah. Setelah itu orang tua dipersilahkan untuk mengantar dan menjemput putra putrinya hanya sampai gerbang sekolah saja. Perkembangan kemandirian pada peserta didik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya pola asuh, kondisi fisik, urutan kelahiran. Anak yang memiliki karakter kurang mandiri dan manja merupakan anak yang tidak mengembangkan otonominya. Pada tahap perkembangan anak mengalami sebuah tahapan dimana anak-anak memiliki keinginan otonomi lebih besar. Tahap ini dimulai ketika anak berusia dua tahun atau tiga tahun. Anak cenderung aktif dan selalu ingin melakukan sesuatu yang baru saat itu. Tetapi orangtua terkadang terlalu overprotektif atau terlalu melindungi anak sehingga anak sering dilarang ketika ingin mencoba hal yang baru. Karena terlalu sering dilarang anak menjadi pasif dan hanya menunggu apa yang kita berikan atau apa yang kita izinkan. Ketika hal ini terjadi bertahun-tahun dalam proseperkembangannya maka secara tidak sadar kita telah membentuk sebuah karakter atau pola dalam diri peserta didik sehingga menjadi pasif dan tidak mandiri.
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, karena cara anak belajar pertama adalah dengan melihat perilaku orang lain. Kemandirian tidak bisa dibentuk dalam waktu singkat. Kemandirian harus dibentuk dengan proses dan latihan yang berkelanjutan dimulai dari hal yang kecil. Untuk para orangtua harus memberikan kesempatan kepada putra putrinya untuk mengembangkan diri dengan mengerjakan banyak hal yang sangat berguna bagi perkembangan karakternya. Misalnya mengembalikan piring makannya ditempatnya, mengangkat tasnya sendiri, mengembalikan sepatunya pada saat telah selesai dipakai, merapikan tempat tidur dan lainnya. Bagi anak kelas satu SD sebaiknya biarkan mereka membawa tasnya sendiri. Ketika anak melakukan hal tersebut mereka akan merasakan sebuah harga diri yang positif. Anak akan merasa bahwa dirinya sejajar dengan orang dewasa yang melakukan hal-hal tersebut. Ini akan membuat percaya dirinya melambung tinggi. Secara umum kemandirian dapat dilihat dari tingkah laku, bentuk emosional dan sosial. Kemampuan anak untuk berpisah dengan orangtuanya dalam waktu singkat misalnya ketika mulai bersekolah, anak mau masuk ke kelas tanpa ditunggui orangtuanya berarti dia merasa nyaman dan mampu mengontrol dirinya.
Sebenarnya banyak langkah yang yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian pada anak. Meskipun pola asuh orang tua sudah terbentuk tetapi kalau dilakukan pembiasaan yang berkesinambungan maka karakter anak yang kurang mandiri itu dapat di rubah. Hal terpenting kesadaran untuk merefleksi pola asuh yang telah diterapkan, kemudian jalinlah komunikasi yang efektif antara orang tua dengan guru disekolah. Dengan komunikasi efektif dapat dilakukan kerjasama yang sinergi antara orang tua dan guru. Jadi anak secara kontinu di rumah dan di sekolah di biasakan untuk mandiri. Adapun contoh sikap mandiri disekolah diantaranya adalah dengan mengerjakan tugas secara mandiri, menyiapkan perlengkapan alat tulis sendiri, membuang sampah pada tempatnya dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian di rumah :
- Memberikan tanggung jawab atau kepercayaan pada anak. Misalnya dengan membiasakan anak untuk merapikan tempat tidurnya dan berikan pujian atas apa yang dilakukannya.
- Menumbuhkan percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri orang tua dapat membantu anak untuk menentukan cita-cita yang ingin dia capai. Berikan gambaran realistis tentang cita-cita yang dipilihnya serta berikan pula gambaran langkah yang harus dia lakukan untuk menggapai cita-cita yang dipilihnya.
- Jangan memaksa. Melatih kemandirian pada anak memerlukan waktu dan proses, janganlah memaksakan anak untuk menguasai segala hal yang diajarkan pada saat itu juga. Misalnya melatih anak untuk selalu menyimpan piring bekas makannya ke tempat cuci piring. Janganlah memaksa anak untuk menguasai hal tersebut saat itu juga, perlu beberapa hari hingga ia menjadi terbiasa. Tugas orang tua untuk mendampingi dan mengingatkan anak untuk melakukan hal tersebut. Tetapi perlu diingat agar jangan terlalu sering/keras mengkritik anak karena hal itu akan membuat keberanian anak akan turun/down.
- Hargailah usahanya. Orang tua kadang merasa tidak sabar menghadapi usaha anak untuk berusaha sendiri tanpa bantuan. Menghargai sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Berilah kesempatan pada anak untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu, karena kesempatan yang diberikan akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya.
Pola asuh yang baik akan melahirkan pelajar yang mandiri yaitu pelajar yang senantiasa melakukan evaluasi dan berkomitmen untuk terus mengembangkan dirinya agar dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai tantangan yang dihadapinya sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi pada lingkup lokal maupun global, hal ini secara otomatis membuat dirinya termotivasi untuk berprestasi dan melakukan yang terbaik yang mampu ia lakukan dalam segala hal.***