Gema Mitra – Kab. Tasik
Berangkat dari permintaan terhadap sebuah materi skripsi dari seorang mahasiswa jurusan musik UPI Bandung, Rizky Nikmatillah, kemudian diselenggarakanlah sebuah kegiatan Pembelajaran Seni dan Notasi Kendang oleh Sanggar Ringkang. Kegiatan tersebut diadakan di Kp. Babakan Karang Rt. 05 Rw. 05 Desa Singaparna Kecamatan Singaparna, dan diikuti oleh belasan anak kecil dan remaja.
“Alhamdulillah, respon masyarakat sangat baik bahkan meminta supaya kegiatan (pembelajaran seni dan notasi kendang) ini diadakan rutin setiap seminggu sekali,” Ahmad Greg, pimpinan Sanggar Ringkang Tasikmalaya menuturkan.
Kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan ini mendapat respon yang sangat baik, bahkan masyarakat setempat sangat antusias dengan kegiatan (pelestarian) kesenian kendang tersebut.
“Yang luar biasa adalah, hampir setiap rumah di Kp. Babakan Karang ini memiliki satu set kendang. Tidak semua, memang, tapi ini sudah merupakan hal yang luar biasa karena banyak sekali peminat, penikmat dan seniman kendang di kampung ini,” tambahnya.
Dikutip dari situs Wikipedia, kendang Sunda dalam satu set minimal terdiri dari tiga kendang yaitu satu kendang indung (kendang besar) dan dua kendang anak (kendang kulanter). Kendang kulanter terbagi menjadi dua yaitu kendang katipung (dibunyikan wangkis/bidang yang besarnya dengan suara tung dan kendang kutiplak (dibunyikan wangkis/bidang yang kecil dengan suara pak. Kendang Sunda banyak jenisnya yang dibedakan sesuai dengan fungsinya dalam iringan, antara lain Kendang Kiliningan, Kendang Jaipongan, Kendang Ketuk Tilu, Kendang Keurseus, Kendang Penca Silat, Kendang Bajidoran, Kendang Sisingaan, dan lain-lain. Setiap jenis kendang dalam karawitan Sunda memiliki perbedaan dalam hal ukuran, pola, ragam, dan motif.
“Sebenarnya yang paling penting dari kelestarian sebuah budaya adalah kaderisasi,” ungkapnya kepada Gema Mitra, Jum’at 04/07/2019.
Ahmad Greg berpendapat bahwa kaderisasi dalam sebuah proses pelestarian sebuah kebudayaan itu sangat penting. Tidak bisa hanya berbicara pelestarian tanpa ada pengkaderan samasekali. “Menurut saya, ketika membicarakan melestarikan budaya, budaya mah sudah lestari. Lestarinya sebuah budaya adalah ketika ada kaderisasi. Makanya, ketidak lestarian sebuah budaya itu akan ada kalau kaderisasinya hilang,” lanjutnya.
Ayah satu orang anak yang baru berusia dua bulan itu mengeluhkan, bahwa kurangnya respon dari pemerintah juga merupakan salahsatu kendala dari lestarinya sebuah budaya. Jadi, jikapaun ada apresiasi, maka itu sebatas honorarium dari sebuah pementasan. Setelah itu sudah, tidak ada lagi.
“Sayangnya sampai saat ini, walaupun Sanggar Ringkang sudah sering pentas di acara-acara pemerintahan, tetapi apresiasi pemerintah hanya sampai pada tingkat honorarium biasa saja, belum ada dukungan untuk misalnya memberikan ruang khusus, atau setidaknya memberi dukungan baik materi ataupun dalam bentuk lain. Inilah yang kemudian membuat kami di Sanggar Ringkang, ingin berperan aktif khususnya dalam berkesenian kendang ini,” tambahnya.
Ada pesan tersendiri ketika kegiatan pembelajaran seni kendang ini diadakan langsung di masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar, bahwa seni (menabuh) kendang ini disebarkan langsung melalui penduduk, agar gemanya menyebar langsung ke para penikmat seni kendang itu sendiri.
“Jadi, kalau kemarin kan, kesenian (kendang) ini berasal dari sanggar ke masyarakat, sekarang kita coba langsung dari masyarakat ke khalayak. Ini pasti akan berbeda,” Seniman kendang yang sudah belasan tahun berkesenian itu menjelaskan lebih dalam.
Menurutnya, peran media pun sangat penting dalam proses pelestarian sebuah kesenian dan kebudayaan. Karena dengan adanya media yang memberitakan, membagikan sebuah kegiatan kesenian, maka itu artinya media sedang menjaga ritme dari pelestarian kesenian dan kebudayaan itu sendiri. Dan apa yang dilakukannya bersama Sanggar Ringkang jelas harus diberi apresiasi setinggi-tingginya. Di setingkat Jawa Barat juga sebenarnya ada sebuah komunitas bernama Kendanger. Sebuah komunitas pecinta seni kendang yang sudah lebih lebar bentangan sayapnya di dunia kesenian kendang di Indonesia. Dan pihak Kendanger pun sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh Ahmad Greg bersama Sanggar Ringkangnya.
“Bagi kami, Ringkang kini bukan lagi hanya sebuah sanggar. Lebih dari itu, Ringkang adalah sebuah ideologi,” tutupnya. (elhida)