Lhokseumawe – Gemamitra.com | Polemik pencatutan empat pulau milik Aceh oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kembali menjadi sorotan publik. Hal ini dipicu oleh keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tercantum dalam Surat Keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Sebelumnya, keempat pulau ini secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Namun, berdasarkan pembaruan data terbaru, pulau-pulau tersebut kini tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumut. Perubahan ini memicu pertemuan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara guna membahas penyelesaian sengketa wilayah tersebut.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Malikussaleh, Muhammad Ilal Sinaga, menilai bahwa pertemuan dua gubernur itu merupakan langkah positif dan menunjukkan komitmen kedua pihak dalam menyelesaikan persoalan secara damai dan diplomatis.
“Pertemuan dua kepala daerah ini menunjukkan bahwa keduanya serius dalam menyikapi dan menyelesaikan polemik yang muncul akibat perubahan status kepemilikan pulau-pulau tersebut,” ujarnya, Kamis 5 Juni 2025.
Meski demikian, Ilal menyoroti pernyataan Gubernur Sumatera Utara yang menyebut bahwa pulau-pulau tersebut tetap dapat dikelola secara bersama oleh kedua provinsi. Menurut Ilal, masalah utama yang harus diselesaikan bukan semata soal pengelolaan, tetapi menyangkut soal hak kepemilikan yang sah dan legalitas administrasi wilayah.
“Pernyataan Gubernur Sumut seolah-olah menyepelekan aspek kepemilikan. Padahal ini soal legalitas wilayah. Bagaimana mungkin Aceh bisa mengelola pulau-pulau itu jika secara administratif kepemilikan sah tetap di Sumut?” tegasnya.
Ia menekankan bahwa Pemerintah Aceh tidak boleh tinggal diam. Proses klarifikasi dan penyelesaian di Kemendagri harus terus dikawal. Jika proses mediasi melalui jalur non-litigasi tidak membuahkan hasil, maka Pemerintah Aceh disarankan untuk menempuh langkah hukum melalui jalur litigasi.
“Mediasi non-litigasi tetap penting dan harus dijalankan. Tapi jika tidak ada titik temu, kami mendorong Pemerintah Aceh untuk membawa perkara ini ke jalur hukum agar hak-hak wilayah Aceh dapat dikembalikan secara sah,” pungkasnya.***