Bordir : Di Antara Kreativitas dan Minat Pasar

 

Oleh : Yusran Arifin (Penyair Tasikmalaya) 

Menurut David Campbell, Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat. Clarkl Monstakis, menjelaskan kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu antara hubungan diri sendiri, alam, dan orang lain.

Kreativitas merupakan unsur terpenting dalam seni. Dari hasil kreativitas itulah akan terlihat nilai estetik atau keindahan dari seni tersebut. Nilai estetika muncul dari dalam individu itu sendiri bukan dari bendanya. Pada dasarnya seni itu muncul dari pemikiran yang kreatif.

Lalu, apa arti seni? Secara umum, pengertian seni adalah suatu ekspresi perasaan manusia yang memiliki unsur keindahan di dalamnya dan diungkapkan melalui suatu media yang sifatnya nyata, baik itu dalam bentuk nada, rupa, gerak, dan diksi, serta dapat dirasakan oleh panca indera.( M. Prawiro)

Sebagian orang berpendapat seni adalah hasil daya cipta manusia yang mengandung keindahan serta bisa memengaruhi jiwa orang lain. Hakikatnya, seni merupakan hasil olah spiritual manusia yang termanifestasikan dalam bentuk karya yang mampu mempengaruhi perasaan.

Menurut Aristoteles, seni adalah suatu bentuk ungkapan dan penampilan yang tidak pernah menyimpang dari kenyataan, dan seni itu meniru alam. Sedang menurut Plato, seni adalah hasil tiruan alam dan segala isinya (ars imitator naturam). Sedang Herbert Read, memastikan, seni adalah ekspresi dari penuangan hasil pengamatan dan pengalaman yang dikaitkan dengan perasaan, aktivitas fisik dan psikologis ke dalam bentuk karya.

Jika seni relatif rumit secara definisi, sejauh manakah seni yang terlibat dalam kerajinan bordir? Bisakah dipersamakan dengan bobot nilai pada seni yang lain, semisal sastra, teater, tari dan musik? Jika kemudian mencoba melakukan komparasi antara seni bordir dengan seni yang lain, adilkah?

Sehebat apapun seni bordir memiliki nilai estetik dari simbol (bunga, burung, dsb), yang diciptakan kreatornya, tidak bebas begitu saja, sebab dikendalikan oleh pertimbangan pasar. Jadi kebebasan imajinasi yang dikembangkan harus terkendali atau dikendalikan oleh kepentingan laba. Apa lagi jika produk bordir yang diproses berdasar pesanan atau maklun. Agak lain ceritanya produk yang dihasilkan pengusaha yang murni seller. Pun akan tetap memperhatikan selera pasar, atau suatu model yang lagi laku di pasar. Intinya, tukang maklun dan seller murni tidak bisa lepas dari tekanan pasar dalam mendasain gambar bordir.

Ide atau gagasan seni pada awal penciptaan bentuk dan simbol yang diterapkan pada bordir, tidak jauh berbeda dengan lika-liku proses seni (proses krestif) yang lain. Semisal karya sastra (kata) atau musik (nada). Pada hakikatnya bordir sendiri merupakan seni lukis (garis). Jika pada sastra (prosa dan puisi) ledakan gagasan atau ide yang muncul pada kreatornya, berupa kata atau frase. Sedang pada bordir karena dasarnya lukisan maka simbol sangat dipengaruhi oleh garis serta referensi simbol atau gambar sebelumnya.

Proses kreatif, atau kerja kreatif dalam mendesain simbol, gambar bordir sama dengan proses kreatif pada sastra, musik, tari dsb. Setelah ada letusan ide atau gagasan, maka berikutnya upaya rancang bangun (desain). Di sini, kreator akan melakukan bongkar pasang media. Di sini adalah kerja memilih. Antara membongkar dan membuang media; kata (sastra), gerak (tari), garis (lukis) yang tidak relevan dengan konsep yang sudah disepakati.

Desain gambar bordir, yang sejatinya sebuah kukisan, proses kreatif yang dijalani adalah memilih sombol. Jika mendesain gambar bunga mawar adalah memilih dan merangkai yang relevan dengan mawar, semisal, bagai mana memposisikan ranting, daun tua, pucuk. bunga yang mekar dengan bunga yang masih kuncup secara proporsional. Memilih adalah membuang dan mengganti dengan yang lebih tepat, selaras dengan estetika yang diharapkan.

Gagasan dimaksud tidak muncul serta merta, akan tetapi pada umumnya merupakan hasil dari akumulasi pengalaman yang bertumpu pada referensi atau pengalaman empirik; perekaman penglihatan, pendengaran juga rentetan kontemplasi yang berulang lewat perdebatan batin yang bisa saja amat panjang. Bahwa gagasan itu tidak muncul begitu saja tanpa melewati perjalanan masa lalu. Semacam bertradisi, membuntuti konsep atau idiom yang tercipta sebelumnya. Semacam bentuk pengulangan yang terus berlaku. Tetapi selalu ada pengembangan, atau berkembang tanpa sadar oleh perpaduan dengan kebudayan lain.

Meski kreativitas memiliki karakter yang relatif bebas searah naluri kreator, namun tidak menjadi absolut terlepas dari benang-benang tradisi. Sastra misalkan, yang jauh lebih pekat intensitas estetisnya, masih tetap relevan dengan jejak masa lalunya (tradisi). Pepatah orang pintar mengatakan, hidup adalah peniruan yang terus berulang. Ini berlaku di segala ruang dan dimensi kehidupan, baik yang konkret maupun yang absurd.

Bordir berada di wilayah persimpangan, antara seni yang ringan dengan pragmatis kapitalistis. Mungkin bisa dipersamakan dengan tulisan pop atau kich dalam prosa. Kich atau tulisan pop sendiri dalam kesimpulan Saini KM merupakan subsistem dari ekonomi. Kemungkinan kreativitas masih sangat diperlukan, meski orientasi pasar lebih dominan. Dua dimensi ini, seni dan bisnis akan terus beriringan, saling melengkapi untuk memenuhi, terutama kehendak pasar, yang muaranya terakumulasi pada nilai laba.

Berbeda dengan kesenian lain yang mutlak diakui eksistensinya sebagai seni abolute, semisal sastra, teater, atau lukisan yang meletakkan falsafah, seni untuk seni. Di wilayah ini kesenian seperti punya ruang sempit untuk bebas bergerak di tengah masyarakat luas. Hanya orang khusus yang tertarik menikmatinya. Hanya orang-orang terpilih. Semacam panggilan jiwa, yang secara spiritual maupun intelektualnya di atas rata-rata.

Kreativitas dalam bordir sangat dibutuhkan, terutama pada awal proses penciptaan motif atau model ornamen dan desain pakaian. Akan tetapi kretivitas tidak bisa bergerak leluasa, selalu mempertimbangkan pada serumit apa nanti berpengaruh pada pengerjaan pengrajin bordir, karena makin rumit makin mahal ongkos, pada volume benang bordir, dan akhirnya sangat memperhitungkan nilai jual dan daya beli pasar. Minat pasar atau permintaan pasar sangat ditentukan oleh beberapa hal. Yang paling menentukan adalah desain ornamen (art) desain pakaian (mukena, ghamis, kebaya, dsb) serta kualitas bahan baku atau textile.

Sejak awal perkembangan bordir, yang dipelopori oleh Ratna Ningsih atau lebih populer dengan Hj. Umayah, dari segi simbol dan idiom bordir tidak jauh bergesar. Masih tetap di sekitar jenis bunga-bungaan ( mawar, melati, tulip, dsb.) serta burung ( merak) atau serangga kupu-kupu, laba-laba), dengan metode yang sederhana. Seiring waktu, walau secara idiom tidak bergeser, namun telah terjadi pengembangan karakter serta komposisi warna yang terus berinovasi sejalan dengan perkembangan budaya yang berpengaruh terhadap selera masyarakat (pasar). Perubahan karakter antara lain, dari idiom-idiom verbal bergeser ke idiom abstrak. Tapi tidak selamanya permanen dalam bentuk absurd, selalu akan bergantian berputar sejalan minat pasar.

Di samping pergeseran idiom gambar, komposisi warna dan up date bahan baku, tidak kalah penting, alih teknologi juga sangat memengaruhi penawaran dan permintaan pasar. Perkembangan teknologi media pendukung (mesin kejek, mesin listrik, dan mesin komputer) sangat berpengaruh terhadap volumi produksi yang berpengaruh pula terhadap percepatan pemenuhan permintaan pasar. Di samping itu berpengaruh terhadap kelanggengan selera, artinya pasar menjadi cepat jenuh, baik desain gambar maupun bahan baku. Tak heran suatu desain hanya bertahan satu tahun, bahkan bulanan. Sedang pergeseran bahan baku ada yang lebih cepat. Satu tahun bisa berganti tiga kali.

Hingga detik ini minat pasar terhadap bordir masih cukup bagus, khususnya bordir Kawalu, walau terjadi penurunan permintaan, ini terindikasi dengan berkurangnya produksi. Apa lagi saat ini, masyarakat tengah berhadapan dengan pasar yang terganggu oleh pandemi. Di samping itu, model pemasaran telah terjadi pergeseran. Dari pemasaran manual begeser ke pemasaran online yang mayoritas dikusai anak-anak muda yang akrab dengan teknologi.***

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *