Ai Risna Nurliana, S.Pd (Guru Kelas SDN Sukarame Kecamatan Cihideung)
Pembelajaran berbasis kecakapan abad XXI mengamanatkan bahwa pembelajaran harus dirancang berpihak pada peserta didik. Dalam penyelenggaraan Pendidikan tentunya harus mengikuti perkembangan zaman. Dahulu guru lebih aktif memainkan peran dalam proses pembelajaran siswa di kelas (teacher center learning), namun pada saat ini guru lebih dituntut sebagai fasilitator dan siswalah yang harus aktif dalam proses pembelajaran (student center learning).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa tentunya akan menjadi pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa sehingga tercipta peserta didik yang kompeten untuk memenuhi kebutuhan pembangunan saat ini maupun dimasa yang akan datang. Guru merupakan agen perubahan dalam pendidikan. Tugas guru adalah mengubah cara pandang, pikiran, sikap dan perilaku peserta didik sehingga mampu berjuang menghadapi kehidupan di masa depan secara mandiri.
Penerapan metode pembelajaran di sekolah merupakan salah satu faktor penunjang terciptanya peserta didik yang dapat memajukan pendidikan di negara kita Indonesia. Metode karya wisata adalah salah satunya. Dengan metode ini diharapkan peserta didik di sekolah dapat belajar sekaligus berekreasi. Melalui karya wisata, peserta didik dapat mempelajari suatu obyek secara langsung. Pepatah lama mengatakan “experience is the best teacher” yang artinya pengalaman adalah guru yang terbaik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karya Wisata merupakan kunjungan ke suatu objek dalam rangka memperluas pengetahuan dalam hubungan dengan pekerjaan seseorang atau sekelompok orang.
Menurut para ahli metode karya wisata mempunyai definisi yang hampir mendekati satu sama lain. Berikut ini adalah definisi menurut para ahli :
- Oemar Hamalik, “karyawisata adalah suatu kunjungan ke suatu tempat di luar kelas yang dilaksanakan sebagai bagian integral dari pada seluruh kegiatan akademis dan terutama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.”
- Sudarwan Danim, “karyawisata sebagai suatu strategi belajar mengajar, di mana guru dan muridnya mengunjungi suatu tempat tertentu yang relevan untuk memperoleh sejumlah pengalaman empiris.”
- Syaiful Bahri Djamarah, “Metode karyawisata ialah suatu cara penguasaan bahan pelajaran oleh para anak didik dengan jalan membawa mereka langsung ke objek yang terdapat di luar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata, agar mereka dapat mengamati atau mengalami secara langsung.”
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat ditegaskan bahwa metode karyawisata atau field trip merupakan cara dalam mengajar dimana guru mengajak peserta didik atau siswa mengunjungi tempat diluar sekolah untuk tujuan belajar.
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar di Kelas VI SDN Sukarame pada tema Wirausaha, Karyawisata yang kami lakukan hanya dalam waktu singkat, karena objek yang kami amati masih berada di wilayah Kota Tasikmalaya.
Kota Tasikmalaya yang dikenal sebagai Kota resik belum lama ini baru meresmikan proyek pedestrian di Jalan HZ Mustofa dan Cihideung yang notabene merupakan kawasan pusat perbelanjaan di Kota Tasikmalaya.
Pembelajaran di Kelas VI SDN Sukarame berusaha untuk senantiasa dirancang dan dilaksanakan secara menyenangkan. Diharapkan melalui metode karya wisata, pembelajaran akan dirasa menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada tema wirausaha.
Secara garis besar terdapat tiga tahapan yang saya lakukan dalam mengelola pembelajaran menggunakan metode karya wisata.
Tahap pertama yaitu tahap perencanaan, dalam hal ini saya merancang pembelajaran dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berbasis model pembelajaran dan metode pembelajaran yang telah ditentukan berdasarkan indikator dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Model pembelajaran yang saya gunakan yakni pembelajaran cooperative learning, dengan metode karya wisata.
Untuk memfasilitasi kegiatan karya wisata, saya bekerja sama dengan pihak bus Nguriling Kota Tasik (Ngulisik). Kami memesan paket untuk satu kelas selama satu kali perjalanan dengan meminta bus Ngulisik untuk menjemput dan mengantarkan kembali peserta didik ke Sekolah. Jumlah peserta didik di kelas VI-A SDN Sukarame berjumlah 30 orang.
Sebetulnya, bus Ngulisik hanya memuat untuk 22 orang tempat duduk. Namun jika harus melaksanakan perjalanan terpisah, hal tersebut dirasa kurang efektif bagi kami. Saya mencoba untuk berkoordinasi dengan pihak bus. Akhirnya disepakati bahwa 8 orang siswa lainnya tetap bisa berangkat bersama dengan duduk di kursi plastik cadangan.
Mengenai destinasi wisata yang akan dikunjungi, saya berkoordinasi dengan pihak bus Ngulisik untuk mengunjungi pusat pemerintahan dan pedestrian Kota Tasikmalaya. Akhirnya, karena disepakati oleh semua siswa kami pun siap melaksanakan perjalanan.
Selain RPP yang dirancang berbasis model pembelajaran, penilaian pun dirancang secara faktual dan autentik. Penilaian dilaksanakan mencakup ranah afektif, kognitif dan psikomotor peserta didik. Penilaian dilaksanakan baik dalam proses pembelajaran maupun di akhir pembelajaran. Rancangan penilaian di akhir pembelajaran direalisasikan dalam bentuk tes dan penilaian produk melalui pembuatan karangan dengan gambar berseri sesuai indikator penilaian yang jelas dan terukur.
Tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan, dalam hal ini saya melaksanakan dan mengelola pembelajaran dengan berpedoman pada RPP berbasis model dan metode yang telah dirancang sebelumnya. Dalam mengelola pembelajaran tersebut, saya menciptakan kondisi yang mendukung peserta didik agar dapat mengikuti karya wisata secara bermakna.
Adapun tahapan pembelajaran melalui metode karya wisata yang saya lakukan yakni sebelum pembelajaran dimulai, peserta didik diajak berdo’a terlebih dahulu di dalam kelas. Peserta didik diarahkan untuk senantiasa mengikuti arahan dari guru dan instruktur terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan di luar kelas. Peserta didik pun diingatkan untuk senantiasa berkumpul dengan anggota kelompoknya. Peserta didik diajak untuk menunggu bus Ngulisik dengan sabar dan diarahkan masuk ke dalam bus dengan tertib.
Selama di perjalanan, bus Ngulisik memfasilitasi kami sesuai kesepakatan yang telah dibuat yakni berkunjung ke pusat pemerintahan Kota Tasikmalaya dilanjutkan dengan lokasi pedestrian Kota Tasikmalaya. Betapa beruntungnya kami, karena pada saat itu, lokasi pedestrian sebagai pusat perbelanjaan kota Tasik terlihat lengang. Sehingga semua peserta didik bisa menikmati perjalanan. Selama di dalam Bus, instruktur Ngulisik menjelaskan berbagai tempat yang kami lewati, sebagai guru saya pun ikut menimpali semampu yang saya ketahui serta mengingatkan siswa untuk senantiasa mencatat hal-hal penting dari perjalanan kami.
Ketika diarahkan untuk mencatat, saya menyadari bahwa tidak semua siswa dapat dengan mudah mencerna apa yang disampaikan oleh saya dan instruktur melalui tulisan. Saya memahami bahwa peserta didik mempunyai gaya belajar yang disukainya masing-masing, ada yang audio, visual, audio visual maupun kinestetik. Saya memfasilitasi peserta didik untuk tetap dapat mengikuti perjalanan, memberikan kebebasan kepada mereka untuk bertanya dan menjawab berbagai hal selama di perjalanan. Penilaian dilaksanakan mengacu pada format penilaian yang dirancang sesuai model dan metode pembelajaran.
Tahap ketiga yaitu tahap refleksi, dalam tahap refleksi, saya bersama peserta didik melakukan review dan menilai pembelajaran yang sudah dilaksanakan, mulai dari kelemahan, kelebihan dan manfaatnya. Peserta didik diberi kebebasan dalam berpendapat mengungkapkan saran dan kritikan demi pembelajaran yang lebih baik.
Pembelajaran melalui penggunaan metode karya wisata berhasil meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa di Kelas VI Pada Tema Wirausaha di SDN Sukarame, sehingga pembelajaran dirasakan menjadi lebih bermakna, serta dirasa semakin mengeratkan hubungan antara peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan guru. Pembelajaran dengan metode karya wisata melahirkan sikap peduli, gotong royong, mandiri, serta bernalar kritis sehingga sesuai dengan visi Pendidikan Indonesia saat ini yakni menciptakan profil pelajar Pancasila.
Metode karya wisata mengandung muatan belajar mengajar yang tidak sekadar keluar kelas untuk bersenang-senang. Pembelajaran dengan metode karya wisata sangat disukai siswa. Sebab, mereka bisa sejenak terbebas dari kegiatan rutin belajar mengajar yang kadang terasa membosankan.***