Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan Kepribadian Seseorang

Oleh: Budiman, S.Pd

Semua orang pasti sudah tahu jika keberadaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari ini merupakan hal paling penting karena berperan sebagai alat komunikasi dan alat interaksi dengan manusia lain. Meskipun di dunia ini, jumlah bahasa sangatlah banyak dan beragam, bahkan di suatu wilayah tertentu saja dapat memuat adanya ratusan hingga ribuan bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat banyak.

Read More

Bahasa dan komunikasi memiliki hubungan yang sangat erat. Bahasa sebagai alat atau media komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Sebaliknya komunikasi, membutuhkan media yaitu bahasa.

Disadari atau tidak sebagian besar tindakan manusia dalam berkomunikasi termasuk tindakan politik, sosial, hukum, dan pendidikan sangat kental dipengaruhi oleh bahasa. Peran bahasa menjadi sangat dominan dalam berbagai aktivitas keseharian manusia, tidak ada tindakan tanpa bahasa. Bahasa menciptakan makna dan nilai yang diyakini dan dijadikan pedoman hidup. Sejarah peradaban dunia sebenarnya adalah sejarah bahasa.

Untuk itu, bahasa adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa menjadi sebuah alat dalam komunikasi yang untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain. Penggunaan bahasa yang baik itu akan memudahkan orang yang kita ajak berkomunikasi mengerti dengan apa yang kita bicarakan dan itu akan berdampak pada jalannya komunikasi yang dilakukan.

Devitt & Hanley (2006:1);Noermanzah (2017:2) menjelaskan bahwa bahasa merupakan pesan yang disampaikan dalam bentuk ekspresi sebagai alat komunikasi pada situasi tertentu dalam berbagai aktivitas. Dalam hal ini ekspresi berkaitan unsur segmental dan suprasegmental baik itu lisan atau kinesik sehingga sebuah kalimat akan bisa berfungsi sebagai alat komunikasi dengan pesan yang berbeda apabila disampaikan dengan ekspresi yang berbeda.

Kemampuan berbahasa ini diimplementasikan dengan kemampuan dalam beretorika, baik beretorika dalam menulis maupun berbicara. Retorika dalam hal ini sebagai kemampuan dalam mengolah bahasa secara efektif dan efisien berupa ethos (karakter atau niat baik), pathos (membawa emosional pendengar atau pembaca), dan logos (bukti logis) sehingga mempengaruhi pembaca atau pendengar dengan pesan yang disampaikan melalui media tulis atau lisan (Noermanzah dkk., 2017:222-223; Noermanzah dkk., 2018;119).

Ronal Wardhaugh mengungkapkan bahasa sebagai “a system of arbitrary vocal symbol used for human communication”. Dari pengertian tersebut mengandung makna bahwa bahasa merupakan suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia (dalam Pateda, 2011:6).

Kemudian, bahasa juga dijelaskan secara rinci oleh Chaer (2012:33) berupa sistem, berbentuk lambang, berbentuk bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, konvensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, manusiawi, digunakan sebagi alat interaksi sosial, dan berfungsi sebagai identitas penuturnya. Chaer lebih menjelaskan bahasa sebagai alat komunikasi yang memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan bahasa yang dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan yang lain atau bisa dikatakan bahasa merupakan hak milik manusia sebagai insan yang mampu berkomunikasi dan karenanya manusia bisa berkembang dan bertahan hidup.

Kita dapat melacak hubungan antara bahasa dan berpikir dengan mudah, mari kita mencoba memikirkan sesuatu tanpa menggunakan bahasa. Tentu tidak bisa kita melakukannya. Kita bisa melihat jelas seseorang yang pikirannya semrawut mengakibatkan bahasanya semrawut juga. Kadang juga jika seseorang sedang memikirkan sesuatu yang berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk bicara. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa merupakan cermin pikiran, apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan.

Bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide. Akan tetapi jika kita mau lebih jeli melihat, sesungguhnya bahasa itu hanyalah wujud dari ide atau pikiran saja. Sehingga analisa bahasa dengan melepaskannya dari analisa ide adalah kegagal fahaman. Artinya, tidak mungkin ada bahasa tanpa ada ide, begitu pula sebaliknya. Perlu adanya kehati-hatian dalam berbahasa. Seseorang dapat menilai bobot intelektualitas kita dari apa yang kita ucapkan dan tuliskan. Citra kecerdasan kita terwujud dalam bahasa yang kita gunakan. “Jika kamu hanya berkomunikasi, kamu bisa bertahan. Tetapi, jika kamu berkomunikasi dengan terampil, kamu dapat melakukan keajaiban.” – Jim Rohn.

Pun dengan kepribadian seseorang ditentukan oleh etika yang diyakininya. Etika berbahasa ini sangat erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat. Oleh karena itu etika berbahasa memiliki atauran (a) apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seseorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu; (b) ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu; (c) kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan orang lain; (d) kapan kita harus diam; (e) bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita dalam berbicara itu.

Seseorang dapat dikatakan pandai berbicara apabila menguasai tata cara atau etika berbahasa itu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kesantunan berbahasa adalah sebagai berikut : pertama kesantunan itu merupakan bagian dari ujaran; jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada ujaran. Ketiga kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Yang artinya apakah ujaran terdengar santun atau tidak ini diukur berdasarkan apakah si petutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicara dengan apakah si penutur memenuhi kewajiban kepada lawan bicaranya.

Sopan santun makna berbicara sering kali berhubungan dengan personal yang bersifat interpersonal atau dapat kita katakan juga etika berbahasa terkait dengan retorika interpersonal. Tentunya Dalam memilih kata ada dua persyaratan harus diperhatikan yaitu, (1) ketepatan dan (2) kesesuaian. Persyaratan ketepatan menyangkut makna, aspek logika kata-kata, kata-kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Dengan demikian, pendengar atau pembaca juga menafsirkan kata-kata tersebut tepat seperti maksud yang diinginkan.

Untuk itu, harapnya kita mampu untuk berkata yang baik dan santun sebagaimana yang telah dijelaskan secara logis dan praktis oleh seorang peneliti yang bernama penelitian Dr. Masaru Emoto. Dr. Masaru Emoto melakukan penelitian selama 2 bulan bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi (seorang ahli sains yang mahir menggunakan mikroskop). Masaru yang menyelesaikan pendidikannya di Yokohama Municipal University berhasil mendapatkan foto kristal air dengan membekukan air pada suhu -25 derajat Celsius dan menggunakan alat foto berkecepatan tinggi. Lalu ditelitilah air dengan menggunakan respon kata-kata, gambar, serta suara. Hasilnya luar biasa, sebagaimana yang sudah dibaca banyak orang. Air, katanya, bisa menerima pesan. Bahkan dalam bukunya yang lain, “The Hidden Message in Water”, Masaru mengatakan, air seperti pita magnetik atau compact disk.

Air mengenali kata tidak hanya sebagai sebuah desain sederhana, tetapi air dapat memahami makna kata tersebut. Saat air sadar bahwa kata yang diperlihatkan membawa informasi yang baik maka air akan membentuk kristal. Jika kata positif yang diberikan (dipajankan secara tulisan atau dibunyikan), maka kristal yang terbentuk akan merekah luar biasa laksana bunga yang sedang mekar penuh. Sebaliknya, jika kata-kata negatif yang diberikan, maka akan menghasilkan pecahan kristal dengan ukuran yang tidak seimbang. Bahkan berbentuk buruk tidak membentuk kristal apapun. Mungkin juga air dapat merasakan perasaan orang yang menulis kata tersebut.

Berdasarkan penelitian Dr. Masaru, semakin jelas terlihat bahwa kualitas air dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk, bergantung pada informasi yang diterimanya atau bahasa yang dipajankan kepadanya. Hal ini membuat kita yakin bahwa kita, manusia, juga dipengaruhi oleh informasi yang kita terima karena 70% tubuh manusia dewasa adalah air.

Konsekuensi logisnya adalah manusia, sebagai makhluk yang sebagian besarnya terbentuk dari air, sudah seharusnya diberikan atau dipajankan informasi/ucapan/pikiran yang baik. Jika kita melakukan hal ini, pikiran dan tubuh kita akan menjadi sehat. Di pihak lain, jika kita menerima informasi yang buruk, kita akan merasakan sakit.

Referensi

Aini, N. (2019, April 24). BAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT MEDIA KOMUNIKASI SEHARI-HARI. https://doi.org/10.31219/osf.io/dazfj.

Annisa, F. N. (2020, January 4). Pemakaian Bahasa Dalam Masyarakat Tutur Kata Anak Dalam Berkomunikasi Bahasa Indonesia Di Masyarakat. https://doi.org/10.31227/osf.io/wh8e4

Fatonah, N. (2013). Fungsi Bahasa dalam Kehiduan Sehari-hari sebagai Kebutuhan Pokok Manusia. Aktivitas | Student Blog. https://blog.ub.ac.id/nimatul/files/2013/06/Artikel-Fungsi-Bahasa

N. (2020, May 2). Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan Kepribadian. https://doi.org/10.31219/osf.io/ez6dk

Alisjahbana, St. Takdir. (1978). Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia I. Jakarta: Dian Rakyat.

Bloch, Bernard & Trager. (1984). Outline of Linguistic Analysis, dalam Henry Guntur Tarigan, Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

Bloomfield, L. (1933). Language. New York: Holt, Tenehardt and Wingston.

Brown, P & S.C. Levinson. (1987). Politeness: Some Universals of Language Use. Cambridge: CUP.

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Emoto, M. (1999). Message from Water. Tokyo: HADO Kyoikusha.

Emoto, M. (2007). Mukjizat Air, The Miracle of Water. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sigiro, E. (2014). Pentingnya Komunikasi dalam Kehidupan Manusia. https://www.kompasiana.com/elisigiro/552af7c1f17e61145bd623cc/pentingnya-komunikasi-dalamkehidupan-manusia.

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *