Guru Merdeka yang Membela Anak-Anak dalam Pembelajaran

Oleh : Zulfikri Anas

Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kemendikbud, Direktur Institut Indonesia Bermutu Pendiri Indonesia Emas Institute

Read More

Guru adalah sosok pribadi yang tangguh, mendidik berbasiskan kekuatan iman dan kalbu dalam menghadapi tantangan di era yang cepat berubah. Semua anak jenius, tanpa kecuali karena Allah tidak mengenal produk gagal.

Ada beragam jawaban dalam benak guru saat terlintas dalam pikirannya tentang kurikulum, kompetensi, karakter, kurikulum berbasis kompetensi, kurikulum berbasis materi atau pengetahuan, dan kurikulum merdeka.

Di antara jawaban guru mengenai kurikulum tersebut ada yang mengatakan pusing, sulit terealisasi, rumit dan bertele-tele, lebih fokus ke konten daripada pengayaan proses berpikir, terkadang membuat guru jungkir balik dalam penyusunannya, tidak jelas, beban, berganti-ganti tiap ganti menteri, bikin bingung, ribet, bikin otak eror, dan masih banyak nada pesimistis dan respons negatif lainnya.

Teringat Parker J. Palmer yang menyatakan bahwa mendidik adalah membimbing siswa untuk melalui (melewati) perjalanan dari dalam hati ke arah beragam cara yang benar untuk melihat dunia dan menjadi seseorang di dunia. Pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara lebih mengutamakan olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah karsa.

Pengembangan Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dapat terjadi dengan mengenali bahan-bahan pembuatan teknologi sederhana (45 tahun). Membuat alat-alat teknologi sederhana. Misalnya, membuat baling-baling, pesawat-pesawatan, kereta-keretaapian, mobil-mobilan, telepon-teleponan dengan benang (5-6 Tahun).

Lingkup capaian pembelajaran di PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) mencakup tiga elemen stimulasi yang saling terintegrasi. Tiga elemen stimulasi tersebut merupakan elaborasi aspek-aspek perkembangan nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa, dan nilai Pancasila serta bidang-bidang lain untuk optimalisasi tumbuh kembang anak sesuai dengan kebutuhan pendidikan abad 21. Dalam konteks, melakukan kegiatan yang menunjukkan anak mampu melakukan gerakan melompat, meloncat, dan berlari secara terkoordinasi (4-5 Tahun). Melakukan kegiatan yang menunjukkan anak mampu melakukan permainan fisik dengan aturan (5-6 Tahun).

Contohnya pada pembelajaran bermakna urutan bilangan (Matematika Kelas 1 SD). Pada akhir fase A, peserta didik dapat menunjukkan pemahaman dan membandingkan bilangan-bilangan cacah sampai dengan 1.000 (atau maksimal tiga angka) dengan memanfaatkan berbagai alat dan strategi, dimulai dari benda nyata, gambar hingga model dan simbol Matematika. Peserta didik dapat menghubungkan pemahamannya tersebut dengan berbagai penggunaan bilangan dalam kehidupan sehari-hari/situasi nyata.

Keterampilan peserta didik diharapkan dapat membedakan ukuran, jumlah, posisi, prosedur. Mereka juga diharapkan dapat membandingkan ukuran, jumlah, posisi, prosedur. Terakhir, peserta didik diharapkan dapat mengurutkan ukuran (besar-kecil), jumlah (sedikit-banyak), posisi (depan-belakang, atas-bawah), prosedur (awal-akhir).

Makna dari pembelajaran tersebut, yakni peserta didik dapat membentuk dirinya agar disiplin, tertib, teratur, peduli, dan antre.

Pada tema “Aku Cinta Lingkungan dapat mengintegrasikan Matematika yang pada akhir fase A, peserta didik dapat membandingkan panjang dan berat benda secara langsung, dan membandingkan durasi waktu. Mereka dapat mengukur dan mengestimasi panjang benda menggunakan satuan tidak baku. Peserta didik dapat mengurutkan, menyortir (kategorisasi), membandingkan, dan menyajikan data dari banyak benda dengan menggunakan turus dan gambar. Bahasa: Peserta didik mampu menceritakan kembali suatu informasi yang dibaca atau didengar; dan menceritakan kembali teks narasi yang dibacakan atau dibaca dengan topik diri dan lingkungan. IPA: Di akhir Fase A, peserta didik mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan tentang apa yang ada pada dirinya maupun kondisi di lingkungan rumah dan sekolah serta mengidentifikasi permasalahan sederhana yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pendidikan Pancasila: Peserta didik juga dapat menyebutkan contoh perilaku dan sikap yang menjaga lingkungan sekitarnya, serta mempraktikkannya di rumah dan di sekolah. Selain itu, mereka dapat mengidentifikasi tugas dan peran dirinya dalam kegiatan bersama;

Value dari tema dengan mengintegrasikan Matematika, Bahasa, dan Pendidikan Pancasila agar peserta didik terbiasa hidup disiplin, tertib, teratur, dan peduli.

Dalam tema Membantu Ibu Memasak atau Merawat Tanaman, pada akhir fase A, anak dapat mengenali atribut benda yang terukur seperti panjang, berat, luas, dan volume. Peserta didik dapat membandingkan dan mengurutkan panjang, berat, luas, dan volume dengan menggunakan satuan tidak baku. Peserta didik dapat menggunakan satuan baku untuk mengukur, membandingkan, dan mengurutkan panjang, berat, dan durasi waktu. Pada akhir fase A, peserta didik dapat mengurutkan, menyortir (kategorisasi), membandingkan, dan menyajikan data dari banyak benda dengan menggunakan turus dan gambar.

Berikut bagan mengenai kurikulum dan merdeka belajar.

Berikut siklus pembuatan perencanaan pembelajaran.

Ruang kerja guru sebenarnya justru berada di alam pikiran, rasa dan hati nurani (kalbu) manusia. Guru adalah ruang mahaluas yang berlantai keikhlasan, berfondasi keimanan, berdinding ilmu pengetahuan, dan beratap ketakwaan, maka merdekalah para guru. Saatnya untuk menjadi guru yang merdeka, bebaskan dirimu dari segala bentuk belenggu yang menghentikan langkah-langkah kreatifmu untuk mengantarkan semua anaktanpa pilih kasihmenjadi pribadi yang tangguh dan berakhlak mulia.***

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *