“Writing is an exploration. You start from nothing and learn as you go,” kata seorang novelis kondang Amerika Serikat, A.L. Doctorow. Pernyataan ini menunjukkan bahwa menulis adalah suatu panggilan eksplorasi diri. Seorang penulis adalah pembelajar yang terus memperbaiki dirinya hingga ajal menjemput. Just keep writing, and you will be improving.
Bagi penulis, pernyataan ini benar adanya dan sesuai dengan realitas yang penulis alami. Mengapa? Panggilan eksplorasi diri adalah sebuah konsep abstrak yang sudah tertanam dalam diri manusia.
Setiap orang pasti memilikinya. Namun, tidak semua orang menyadari panggilan tersebut.
Lalu, bagaimana cara yang harus ditempuh untuk menyadarinya?
Untuk menyadari panggilan tersebut, kita harus melakukan pengembangan diri (self-development).
Konsep ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap individu. Mengapa penting? Untuk mengetahuinya, mari kita tinjau definisi istilah ini.
Pengembangan diri adalah sebuah konsep dan praktek yang berupaya untuk mengembangkan kehidupan, terutama karir, pendidikan, hubungan, kesehatan, kesenangan, produktivitas, spiritualitas, dan tujuan individu lainnya (Handel dalam theemotionmachine.com, 2011).
Tanpa pengembangan diri, maka manusia telah menyangkal identitasnya sebagai makhluk sosial yang dinamis.
Makhluk sosial yang dinamis adalah makhluk yang selalu berkembang secara intelektual, mental, dan spiritual.
Semakin tua umur seorang manusia, ia harus menjadi lebih cerdas dalam pemikiran, bijak dalam bertindak, dan dekat dengan Tuhannya.
Dalam konteks ini, menulis membantu individu untuk menjadi lebih cerdas secara intelektual.
Pernyataan ini didukung oleh teori dari Hairston (dalam Heri, 2015:12) yang menyatakan bahwa menulis memiliki berbagai manfaat, diantaranya:
- Sarana untuk memunculkan sesuatu.
- Sarana memunculkan ide baru.
Melatih keterampilan mengorganisasi dan menjernihkan konsep/ide. - Melatih sikap objektif.
- Membantu penulis untuk menyerap dan memproses informasi.
- Melatih berpikir secara aktif.
Seluruh manfaat di atas sangat berkaitan dengan kemampuan individu untuk menganalisis suatu fenomena, menghasilkan ide dari analisis tersebut, serta menyusunnya secara logis dalam bentuk tulisan.
Kemampuan ini sangat menentukan tingkat kecerdasan individu.
Maka dari itu, kebiasaan menulis harus disebarluaskan di dalam masyarakat, sebagai upaya untuk mendorong kecerdasan individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini begitu penting, bahkan Pembukaan UUD 1945 mengakuinya sebagai salah satu tujuan pembentukan NKRI pada alinea keempat.
“Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar perdamaian abadi dan keadilan sosial,” bunyinya.
Jika mencerdaskan kehidupan bangsa sudah menjadi mandat konstitusi, maka setiap elemen bangsa harus berpartisipasi aktif untuk mewujudkannya.
Untuk mewujudkannya, setiap elemen bangsa harus menggalakkan kepenulisan di dalam masyarakat sesuai dengan cakupannya. Elemen bangsa yang paling luas cakupannya dalam bidang kepenulisan adalah media massa, lembaga pendidikan, dan lembaga politik. Tetapi, bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh setiap elemen tersebut?
Pertama, media massa harus mendorong pembentukan user created content platform (platform media berbasis pengguna) di Indonesia.
Platform ini adalah salah satu media paling efektif untuk mendorong semangat kepenulisan di kalangan awam.
Bahkan, penulis berani menyatakan bahwa platform ini adalah disrupsi yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan mempermudah setiap orang untuk menuangkan ide dalam bentuk tulisan.
Kedua, lembaga pendidikan harus meningkatkan tugas-tugas dalam bentuk kepenulisan (baik fiksi maupun non-fiksi) dalam pembelajaran. Mengapa? Ketika murid mampu merangkai pemahaman materi mereka dalam bentuk tulisan, maka penyerapan materi dari kegiatan pembelajaran menjadi lebih dalam. After all, the water does not flow until the faucet is turned on, said Louis L’Amour.
Ketiga, lembaga politik harus mendorong kader-kader mereka untuk aktif menulis.
Selain meningkatkan pamor partai yang mereka wakili, kepenulisan juga mampu menjadi media sosialisasi politik yang sangat efektif.
Masyarakat dapat melihat totalitas dan integritas seorang politisi dari tulisannya.
Sehingga, masyarakat pun semakin cerdas dan melek politik.
Akhirnya, menggiatkan kebiasaan menulis dalam masyarakat bisa membantu kita untuk mencapai salah satu tujuan konstitusional negara kita. Tetapi, faktor yang paling penting untuk menggiatkan kebiasaan menulis adalah dari diri kita sendiri.
Apakah kita sudah menyadari panggilan tersebut? Penulis sendiri mulai menyadarinya, bagaimana dengan Anda?