Pemecahan Masalah Literasi Indonesia: Sebaran Buku Bacaan Bermutu

Penulis: Vudu Abdul Rahman (Pendidik & Penggerak Multiliterasi) 

Baru-baru ini (Jakarta, 27/2/2023), Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah meluncurkan Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Pada program Merdeka Belajar Episode ke-23 tersebut, melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek dilaporkan telah mencetak dan mengirimkan buku bacaan dan modul literasi dan numerasi ke satuan PAUD dan SD.

Read More

Kegiatan ini untuk mewujudkan visi Indonesia maju yang berdaulat mandiri. Oleh karena itu, Kemendikbud Ristek terus menghadirkan berbagai terobosan program Merdeka Belajar. Dengan tujuan untuk mencapai pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia melalui transformasi pada 4 hal, yakni infrastruktur dan teknologi, kebijakan prosedur, pendanaan kepemimpinan masyarakat dan budaya, serta kurikulum pedagogi dan asesmen transformasi pendidikan Indonesia yang dimulai dari merdeka belajar.

Episode ke-23 Program Merdeka Belajar ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi literasi dengan menyediakan jutaan eksemplar buku bacaan bermutu.. Tentu saja disertai dengan pelatihan dan pendampingan untuk menciptakan kegembiraan membaca bagi para peserta didik. Sehingga, terwujud sumber daya manusia unggul yang memiliki Profil Pelajar Pancasila

Agenda tersebut dihadiri oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan Republik Indonesia, para pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan kementerian, para pimpinan daerah, para Kepala Dinas Pendidikan, para kepala sekolah, para guru, para pengawas sekolah, fasilitator, para mitra, dan perwakilan peserta didik.

Nadiem Makarim, B.A., M.B.A., Mendikbud, secara tegas telah mendapatkan laporan dari PISA sejak lama. Langkah berikutnya, pihak Kemendikbud Ristek mengonfirmasi dengan hasil Asesmen Nasional. Permasalahan fundamental harus diubah dan kesenjangan ini sangat tinggi antardaerah. Dalam provinsi yang sama, perbedaan antar-Kabupaten pun sangat tinggi. Artinya, tingkat-tingkat literasi terendah itu tersebar di seluruh Indonesia.

Banyak pihak mengira bahwa Pulau Jawa sudah tidak ada masalah literasi. Hal itu anggapan yang salah total karena di pulau Jawa pun mengalami berbagai macam isu atau krisis literasi. Apalagi pulau-pulau lain, permasalahan ini lebih melebar lagi. Jadi, ini bukan permasalahan yang rata. Sehingga targetnya, wilayah yang lebih spesifik dapat dijadikan target.

Fakta Literasi Kita

Berdasarkan hasil Asesmen Kompetensi Minimum dalam Asesmen Nasional tahun 2021, yakni satu dari dua peserta didik masih belum mencapai kompetensi minimum literasi. Kesenjangan literasi juga masih terjadi di sekolah-sekolah kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Penyebab tersebut terjadi karena masih kurangnya ketersediaan buku bacaan bermutu di sekolah. Dampak tersebut melecut Kemendikbud Ristek untuk meluncurkan terobosan Merdeka Belajar pada episode ke-23. Fokusnya pada penyediaan buku bacaan yang bermutu bagi peserta didik. Sebagai bagian dari komitmen Kemendikbud untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi peserta didik. Selain itu juga sebagai bekal untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.

Prof. Endang Aminudin Aziz, MA., Ph.D., Kepala Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud Ristek, melaporkan terkait informasi berupa data rendahnya tingkat kecakapan literasi peserta didik khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Menurutnya, berbagai intervensi sudah dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Secara bergotong royong, bersama dengan masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan untuk mengejar tingkat literasi PISA. Namun kenyataannya, angka-angka terkait dengan kemampuan literasi itu masih juga belum beranjak secara signifikan. Sepertinya, masalah ini terus menghantui pendidikan kita dari waktu ke waktu.

Aminudin Aziz menegaskan bahwa kemampuan literasi erat kaitanya dengan kebiasaan dan pembiasaan membaca yang dilakukan oleh tiap individu sejak usia dini. Hal ini berarti, berliterasi bukan kebiasaan yang dadakan, apalagi dipaksakan. Kebiasaan membaca jika ditanamkan sejak anak-anak akan memberikan hasil yang jauh lebih baik. Apalagi difasilitasi oleh lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Kegiatan membaca ini harus dilaksanakan sebagai gerakan bersama-sama.

Muncul pertanyaan mendasar, “Apakah rendahnya angka kemampuan literasi peserta didik itu karena rendahnya minat baca mereka?”

Berdasarkan pengamatan Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa melalui tim internal dan juga atas kerja sama dengan para pegiat literasi masyarakat, menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia sesungguhnya memiliki minat baca yang sangat tinggi. Persoalan justru muncul kemudian, yaitu ketika minat baca tinggi tidak didukung oleh cukup ketersediaan buku bacaan. Kalaupun bahan bacaan tersedia, belum tentu merupakan bacaan yang sesuai dengan minat anak-anak yang dibuat dari perspektif anak.

Dalam beberapa tahun terakhir, unit-unit utama di lingkungan Kemendikbud Ristek bergotong royong untuk mengatasi kelangkaan buku-buku bacaan. Terutama yang benar-benar sesuai dengan minat bacaan anak. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh bahan bacaan yang benar-benar bermutu. Berbagai cara penyediaan buku bacaan itu terus ditempuh. Tujuannya agar diperoleh hasil yang paling optimal. Upaya tersebut dilaksanakan melalui sayembara penulisan buku anak dan bimbingan teknis penulisan buku anak. Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bekerja sama dengan berbagai lembaga penggiat literasi masyarakat yang terus diupayakan. Selain melengkapi buku bacaan anak juga melakukan penerjemahan buku-buku bacaan anak berbahasa daerah atau bahasa asing. Dengan langkah seperti ini, kita memiliki koleksi yang cukup banyak untuk digunakan sebagai sumber belajar guna meningkatkan kemampuan literasi anak.

Sumber-sumber bacaan itu kini tersedia, baik dalam bentuk cetak maupun digital. Kebijakan yang digariskan oleh Mendikbud dan dukungan dari Kementerian atau lembaga terkait, kelangkaan bahan bacaan bermutu di sebagian wilayah tanah air kini sedikit demi sedikit dapat diatasi lebih dari satu setengah juta eksemplar. Buku bacaan untuk usia dini dan sekolah dasar telah dicetak dan disebarkan kepada lebih dari 20.000 sekolah di wilayah 3T dan non 3T. Buku-buku itu terdistribusi atas dukungan dan kerja sama berbagai pihak yang tanpa lelah terus bekerja siang dan malam, baik di level pemerintah swasta maupun warga masyarakat. Setibanya buku-buku tersebut di lokasi diharapkan pemanfaatannya secara optimal. Kemendikbud Ristek juga melakukan pelatihan bagi guru yang diikuti dengan pendampingan. Lebih jauh lagi, buku-buku itu benar-benar dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian kemampuan literasi anak-anak kita dari hari ke hari akan semakin baik. Karena bagaimanapun, mereka adalah aset masa depan bangsa ini. ***

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *