Oleh : Yusran Nurlan (Penulis adalah, penyair, jurnalis dan penulis esey)
Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair adalah acara pameran tahunan terbesar di Asia Tenggara. Walaupun dinamai “pekan”, pameran ini biasanya berlangsung selama satu bulan penuh dari bulan Juni sampai bulan Juli untuk memperingati hari jadi kota Jakarta.
Braga Festival yaitu festival yang kembali digelar selama tiga hari, mulai 23-25 September 2011. Tahun ini, acara yang biasanya berlangsung untuk menutup akhir tahun itu dimajukan untuk merayakan hari jadi Kota Bandung pada 25 September yang ke-201. Festival bertajuk Balik Bandung ini dibuka oleh Wali Kota Dada Rosada,
Festival (dari bahasa Latin: festival, yang berasal dari kata dasar “festa” yang berarti pesta) umumnya berarti pesta besar atau acara meriah yang diadakan dalam rangka memperingati sesuatu. (Dari berbagai sumber)
TOF merupakan festa besar bagi masyarakat Kota Tasikmalaya yang diselenggarakan oleh Pemkot dalam rangka menyambut hari jadi alias Hari Ulang tahun Kota Tasikmalaya yang jatuh pada tanggal 17 Oktober. Tiap tahun dirayakan dengan anggaran yang tidak kecil. Ada manfaat yang bisa dipetik dari sana, paling tidak telah menberi hiburan kolosal bagi masyarakat Kota Tasikmalaya secara gratis.
Dari kecamata yang amat sederhana, bahwa festival tersebut di atas identik dengan perayaan hari jadi atau ulang tahun suatu daerah. Dari konsep penyelenggaraan bisa disimpulkan penyelenggaraan acara hiburan yang menampilkan ragam carnaval dan festival budaya serta pameran aneka produk makanan (kuliner) serta fashion (sub sistem ekonomi)
Tapi Kawalu Oktober Festilval ( KOF ) seperti kehilangan benang merah secara definisi dari kebiasaan umum yang relevan. Sebab penyelenggaraan KOF bersamaan dengan Tasikmalaya Oktober Festival. Jadi identitas KOF, terasa tidak orsinal dan absurd. Kawalu tidak sedang ulang tahun dan tidak punya hari jadi. Sepertinya Kawalu tengah merayakan ulang tahun bagi Kota Tasikmslaya yang nota bene tengah dirayakan oleh Pemkot sendiri. Akan lebih berkarakter andai gagasan KOF dirubah menjadi Karang Taruna Festival di waktu yang berbeda.
Selain absurd, penyelenggaraan KOF tidak efektif dan terasa dipaksakan. Seolah tengah bertanding dengan perayaan lain yang secara kualitas anggaran dan kualitas acara jauh lebih baik. Terasa lain, jika diselenggarakan dengan waktu yang tidak bersamaan. Ada peluang untuk tidak terjadi perebutan pengunjung, karena jarak Kota Tasikmalaya dengan Kawalu di pusat penyelenggaraan KOF, relatif berdekatan.
Apa yang digagas dalam helatan Kawalu Oktober Festival (KOF) tahun ini, yang mengadopsi gagasan TOF dan hampir persis dari segi penyelenggaraan. Hampir dipastikan gagasan KOF, tidak bisa ditolak sekedar sebuah even hura-hura yang duplikatif yang nyaris paedahnya, semata menyuguhkan hiburan bagi masyarakat. Itu sehat dan baik untuk kemanfaatan masyarakat pasca terpuruk dari berbagai hal, terutama terpuruknya ekonomi selama dua tahun sebab telikung corona.
Bahwa festival merupakan pesta yang diselenggarakan untuk menyambut hari jadi sebuah daerah atau wilayah. Menyajikan berbagai acara budaya, dengan menampilkan pelbagai kesenian baik modern maupun tradisional. Tujuan awal adalah memberikan hiburan kepada masyarakat, lewat budaya dengan pesan yang, seharusnya jelas. Baik gagasan maupun tujuan diselanggarakannya. Tidak asal-asalan. Tidak sekedar heboh tanpa identitas yang jelas.
Pesan kemanusian bisa dirumuskan lewat beragam tampilan kesenian tradisional maupun moderen. Karena hakekat kesenian itu sendiri di samping merupakan pesan estetik sekaligus pesan moral lewat makna filosofis. Tidak sekedar seru dan heboh. Mutlak harus menyediakan ruang kontemplasi secara teks atau gesture bagi apresiatornya. Ini bisa dikolaborasi antara kesenian yang ijigimbrang dengan format kontemplatif. Adumanis antara seni pop dan yang serius.
Menurut Prof. Abdul Hadi WM, bahwa seni (sastra) befungsi sebagai media informasi, edukasi, ekspresi dan hiburan. Dan idealnya budaya (kesenian) yang tampil di acara KOP atau Katar Fest yang akan datang tidak keluar terlampau jauh dari gagasan dimaksud. Sebab festival ini bukan momen tukang obat yang lagi berjualan, di mana khasiat obatnya diragukan. Bukan pula propaganda politik yang dimanfaatkan sepihak tanpa komitmen yang jelas.
Bahwa ke depan yang mesti diperhatikan oleh kita, khusus dari asfek budaya apa yang harus dilakukan? Jelas jika sekedar heboh, akan terasa bahwa itu sebuah kesia-siaan. Menampilkan aneka kesenian, mesti dipikirkan peruntukannya. Tidak asal tampil tanpa punya visi yang jelas, sehingga setiap tahun penyelenggaraan tidak punya indikator untuk mengukur keberhasilannya.
Beberapa pimikiran sederhana bisa dijadikan pemantik untuk didiskusikan. Bahwa pertumjukan kesenian harus melibatkan potensi anak-anak yang masih mungkin berkembang dan panggung ini, dijadikan sebagai batu loncatan untuk meraih prestasi ke depan. Bahwa panggung ini disiapkan untuk semacam “samen” ajang evaluasi anak-anak yang telah berdarah-darah berproses di tempat atau di sanggarnya. Dan bagi penampil selayaknya diberikan piagam untuk pemicu semangat agar terus berproses, hingga kelak menjadi seseorang yang membanggakan masyarakat Kawalu.
Perlu dan sangat perlu menampilkan juga para seniman Kawalu terutama yang sudah punya prestasi tidak saja di tingkat lokal. Tapi juga yang telah menasional. Ini dibutuhkan untuk pancingan proses bagi anak-anak sebagai contoh. Tidak saja prestasinya, tapi juga semangat berprosesnya. Ini juga sangat relevan dengan kualitas penyelenggaran yang memungkinkan jadi magnet positif yang akan menyerap peminat untuk datang ke acara.
Untuk mencapai kualitas pertunjukkan, diperlukan selektivitas para penampil. Kalau mungkin dilakukan audisi. Dan di sini panitia harus terbuka dan memberi kewenangan penuh kepada auditor untuk bebas menetukan pilihan tanpa intervensi dengan kriteria setelah disepakati bersama lewat musyawarah. Jangan sampai terjadi ada yang tampil karena nepotisme dan tanpa sepengetahuan pihak yang ditunjuk panitia. Di samping untuk menjaga kualitas, acara ini juga akan menanamkan kepuasan dan rasa bangga bagi setiap yang mampu tampil.
Bermimpi untuk menghasilkan feed back positif, maka perlu juga mengundang sekali-kali talen dari luar Kawalu untuk menaikan pamoritas hajatan ini. Bahwa animo pengunjung sangat relevan dengan kualitas yang disajikan. Walau agak berat dianggaran, setidaknya hal ini mampu dilakukan, karena keuntungannya di samping mangangkat popularitas sekaligus akan terbuka kemungkinan menarik penonton datang dari luar Kawalu. Jika ini mampu dilakukan akan lebih mudah untuk mendatangkan investor. Massa yang banyak sangat mungkin mendatangkan pihak pengiklan yang linear dengan keuntungan material.***