Kab. Tasikmalaya – GM | Ratusan Mahasiswa terlibat bentrok dengan pihak kepolisian yang mengawal aksi demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Senin (11/4/2022).
Saling dorong yang berujung bentrok tak terelakkan lagi. Seorang mahasiswa nyaris pingsan, dan dievakuasi petugas untuk mendapatkan perawatan. Kericuhan berawal dari aksi massa yang berusaha merangsek masuk ke ruang rapat paripurna mendapat pencegatan polisi.
Untuk menghindari bentrokan lebih meluas, polisi akhirnya mengizinkan mahasiswa untuk masuk ke kantor dewan dan ruang rapat paripurna.
“Kami ada komitmen dengan mahasiswa kalau diizinkan masuk tidak merusak fasilitas. Makanya kami izinkan atas izin dari ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya juga. Dan terbukti tidak ada perusakan,” ujar Kapolres Tasikmalaya AKBP Rimsyahtono di lokasi Senin (11/04/22) malam.
Meski begitu, polisi tetap melakukan pengamanan dengan menyiagakan anggota berpakaian bebas. Polisi pun memberi waktu untuk massa aksi berorasi sesuai ketentuan perundang-undangan. Dimana aksi unjuk rasa berakhir pada pukul 18.00 WIB.
“Kita melakukan pendekatan secara persuasif. Hingga akhirnya aksi berakhir menjelang kumandang azan Magrib,” ujar Rimsyahtono.
Kedatangan mahasiswa untuk menyuarakan penolakan terhadap penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan tiga periode presiden, kenaikan BBM, harga pangan dan minyak goreng serta sejumlah isu nasional lainya. Seperti menolak kenaikan PPN dan penolakan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Korlap Aksi Givan Alifia Muldan mengatakan, tujuan dari kedatangan mereka untuk menyuarakan ketidakjelasan kebijakan pemerintah terhadap permasalahan yang muncul saat ini. Mulai dari kenaikan BBM, kenaikan minyak goreng, sembako, perpanjangan masa jabatan presiden dan wacana 3 periode.
“Sebab di bawah masyarakat sangat bergejolak. Apalagi saat ini ekonomi masyarakat tengah terpuruk akibat pandemi COVID-19. Kami jelas menolak pemilihan presiden tiga periode,” ujarnya.
Selanjutnya juga massa aksi menyoroti permasalahan IKN Nusantara dan penambahan tiga periode masa jabatan merupakan kebijakan yang keliru dan keluar dari konstitusional. Di dalam ruangan paripurna masa aksi juga terus menyuarakan tuntutannya, seakan-akan sidang paripurna.
Massa aksi akhirnya membubarkan diri dengan tertib dan dilanjutkan buka bersama-sama dengan petugas kepolisian, TNI, dan Satpol PP yang berjaga. (*)