Oleh : Irvan Mulyadie, S.IP, M.I.P
Di dalam teks Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa, salah satu tujuan dari pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan berarti membuat pintar, membuat supaya rakyat Indonesia mengerti serta memahami ilmu pengetahuan. Sehingga apabila bangsa ini sudah cerdas, maka potensi penjajahan kembali oleh bangsa lain, baik secara fisik maupun non fisik bisa dihindari. Dapat dilawan!
Untuk memberantas (maaf) kebodohan itu sendiri memerlukan upaya-upaya sistemik dan masif. Sehingga pendidikan itu bisa dijalankan secara berkelanjutan. Baik melalui pedidkan formal maupun informal. Dari sinilah kiranya pengetahuan tentang literasi diperlukan.
Literasi tidak bisa hanya diartikan sebagai kegiatan membaca dan menghitung saja. Melainkan juga kegiatan menuangkan inspirasi atau ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Tulisan yang dimaksud bisa berupa karya ilmiah, ilmu-ilmu praktis dan bahkan fiksi. Dengan demikian proses memahami permasalahan kehidupan dari berbagai aspek pertimbangan ilmu itu dapat diserap sebagai suatu ajaran yang berguna bagi penyelesaian permasalahan itu sendiri.
Gerakan Literasi Nasional atau GLN yang digalakan oleh pemerintah Indonesia merupakan salah satu jawaban akan tantangan jaman. Di mana tingkat minat baca Indonesia masih berada jauh di bawah rata-rata bila dibandingkan dengan negara-negara maju dunia. Sehingga dengan gerakan ini diharapkan untuk mampu meminimalisir ketimpangan pengetahuan di antara masyarakat melalui berbagai kegiatan literasi.
Untuk lebih mengintensifkan GLN, maka diciptakanlah simbol-simbol ikonik yang menandai lahirnya gerakan literasi yang menyasar ke berbagai struktur lapisan masyarakat. Termasuk di antara simbol itu adalah Bunda Literasi. Di mana Bunda Literasi ini ditempatkan di struktur tertinggi dalam pergerakannya. Dan sebagai upaya yang diharapkan efektif maka ditunjuklah istri-istri pejabat politik di tingkat provinsi (istri gubernur), kabupaten/kota (istri walikota/istri bupati), serta di lingkungan inklusif lainnya.
Bunda Literasi Kabupaten Tasikmalaya
Sejarah mencatat, pengukuhan Bunda Literasi Kabupaten Tasikmalaya, Hj. Ai Diantani Sugianto, SH, M.Kn hanya beberapa saat setelah istri Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya resmi dikukuhkan sebagai Bunda Literasi Jawa Barat oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI, Widiyanto, di Graha Pustaloka Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat pada Kamis, 15 November 2018. Dalam kesempatan itu dilantik juga secara serentak 24 Bunda Literasi Kabupaten/Kota se-Jawa Barat. Setelah melewati serangkaian proses dan berbagai penyesuaian di daerah, maka pada Senin, 8 Juli 2019 Bunda Literasi Hj. Ai Diantani Sugianto, SH, M.Kn mengukuhkan Bunda Literasi untuk 39 Kecamatan se- Kab. Tasikmalaya. Sekaligus melakukan launching Kotak Literasi Cerdas (Kolecer), dan sosialisasi kegemaran membaca di Pendopo Baru Singaparna.
Fungsi Bunda Literasi dan Strategi
Membaca dari portal resmi http://bundaliterasi.tasikmalayakab.go.id, disebutkan bahwa dalam melakukan tugasnya, bunda literasi mempunyai beragam fungsi. Dan jika ditelaah secara seksama akan fungsi-fungsi dari bunda literasi, saya melihatnya sebagai (mirip) tugas Duta Baca. Tentu saja hal itu merupakan tugas yang luarbiasa berat. Apalagi bila mengingat berbagai kesibukan Hj. Ai Diantani Sugianto, SH, M.Kn sendiri sebagai istri bupati, anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Ketua PKK tingkat kabupaten, Bunda PAUD serta kegiatan lainnya. Tentu saja hal ini membutuhkan energi yang sangat besar, konsentrasi yang baik, waktu yang panjang serta perlu strategi tepat di dalam penanganannya. Lalu apa yang harus dilakukan?
Mari kita bahas satu per-satu Fungsi Bunda Literasi ini supaya menjadi gambaran aksi yang bisa diterapkan. Pada poin pertama tugas Bunda Literasi adalah pemberian pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pengembangan literasi baik di lingkungan keluarga, satuan Pendidikan maupun masyarakat. Sangat strategis. Mengingat posisinya tidak dapat dilepaskan sebagai pendamping hidup kepala daerah, Bupati. Maka yang positif dari sini adalah terjadinya komunikasi yang lancar terkait berbagai kebijakan bisa mendukung peran serta kegiatan Bunda Literasi.
Ke-dua, tugas Bunda Literasi itu melaksanakan kerjasama dengan perangkat daerah yang menangani program/ kegiatan literasi dan jejaring literasi dalam penyelenggaraan akuntabilitas masyarakat literat. Artinya, bahwa Bunda Literasi ini harus bisa merangkul berbagai pihak berkepentingan. Terutama dengan organisasi pemerintah daerah yang menangani seperti dengan Sub Bagian Perpustakaan Sekretariat Daerah, Dinas Pendidikan, penyelenggara pendidikan swasta serta bekerjasama dengan komunitas-komunitas literasi yang sudah berjalan dalam kegiatannya.
Bentuk kerjasama ini bisa berupa kontrak tertentu atau pelibatan teknis semata di dalam sosialisasi program literasi. Tanpa dukungan dari berbagai pihak berkepntingan ini, niscaya peran Bunda literasi hanya akan menjadi sekadar simbol yang kegiatannya hanya seremonial, dan sama sekali tidak menyentuh persoalan literasi itu sendiri.
Selanjutnya peran Bunda Literasi itu adalah menjadi koordinator pada penyelenggaraan kegiatan literasi. Koordinasi ini dilakukan dengan organisasi profesi dan non profesi, serta masyarakat yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat literal. Dengan luangnya kuasa melekat sebagai representasi kebijakan Bupati, peran Bunda Literasi menjadi sangat strategis. Daya tawar dalam koordinasi cukup menjanjikan apabila hal tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi tumbuh kembangnya dunia literasi di Kabupaten Tasikmalaya.
Dalam halnya tugas untuk mensosialisasikan kegiatan literasi di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dengan memberikan dorongan untuk tumbuh kembangnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan literasi yang bermutu, tentu saja menjadikan tugas Bunda Literasi ini semakin menantang. Sebagai simbol ‘pembawa kecerdasan’ di tingkat kabupaten, Bunda Literasi harus dicitrakan selalu positif dan menarik. Dan ini memerlukan peran media sebagai jembatan untuk mengantarkan pesan ke khalayak banyak.
Hegemoni media massa cetak dan televisi yang dulu pernah merajai dunia pemberitaan, kini langkahnya seakan terseok-seok menghadapi arus besar informasi melalui jaringan internet. Apalagi dengan hadirnya berbagai patform media sosial kian mempermudah dalam penyampaian informasi apa pun. Kini berita apa pun mudah diakses oleh semua orang. Bahkan orang-orang pun secara independen dan mandiri sudah tak canggung lagi memberitakan apa pun, termasuk, mengabarkan kegiatannya sehari-hari, Citizen Journalisme.
Pemanfaatan teknologi informasi melalui jejaring sosial semacam yang telah disebutkan terakhir menjadi pilihan yang terbaik saat ini. Jangkauannya yang tidak lagi terbatas oleh waktu dan tempat menjadi kelebihannya. Bahkan dari segi biaya, terkecuali penyediaan kuota pulsa, bisa dibilang promosi dan pemberitaan di media sosial itu sifatnya gratis! Tinggal bagaimana teknis pemanfaatannya supaya optimal. Apalagi jika menilik secara geografis, posisi 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang saling berjauhan ini bisa dilipat secara teknis melalui paparan teknologi informasi yang bernama medsos ini.
Yang ke-lima, fungsi Bunda Literasi adalah sebagai penerima saran dan masukan, tuntutan serta kebutuhan aktivitas literasi yang diajukan oleh masyarakat. Jelas, hal ini membutuhkan wadah khusus, di mana setelah tertampungnya berbagai problematika yang disampaikani masyarakat, maka perlu ditelaah, dipertimbangkan dan menjadi kebijakan-kebijakan yang harus bisa dieksekusi secara teknis. Di Sub Bagian Perpustakaanlah pada akhirnya semua itu akan bermuara.
Fungsi terakhir dari Bunda Literasi adalah untuk memberi masukan dan pertimbangan dalam program/ kegiatan masyarakat literat dan pemberian dorongan kepada orang tua, satuan Pendidikan dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat literat.
Karena sifatnya melekat sebagai bagian dari pejabat publik, maka Bunda Literasi Kabupaten Tasikmalaya dipandang cakap serta mampu memberikan pertimabangan dan dorongan itu tidak hanya secara verbal diucapkan saja, melainkan dapat mendorong juga secara politis, yakni dengan penggunaan wewenangnya untuk bisa berbuat lebih dan sesuai aturan. Termasuk dalam pemberian anggaran kegiatan bagi penyelenggaraan kegiatan literasi atau pemberian alat bantu kepustakaan melalui Sub Bagian Perpustakaan tadi.
Tugas dan fungsi seperti inilah kiranya yang akan menjadikan sosok Bunda Literasi sebagai sosok yang tidak hanya sekadar wujud simbolis, tapi juga sebagai bagian tak terpisahkan dalam gerakan literasi nasional. Tentu dengan sinergitas yang luwes bersama para pihak terkait. Dan akhirnya geliat literasi akan menumbuhkan beragam manfaat bagi pembangunan masyarakat. Masyarakat yang melek informasi, terhindar dari berita-berita menyesatkan, masyarakat yang suka membaca, pandai berhitung serta cakap juga dalam menulis ilmu pengetahuan dan cerdas pula dalam mengungkapkan ekspresi dari dalam gejolak jiwanya. Semoga!