Tasikmalaya – GM | Pondok Pesantren Cipasung menggelar Pengajian Akbar bertema “Memahami Media Sosial dan Fiqih Sosial di Era Digital” pada Senin malam (18/11/2024).
Acara ini dihadiri ribuan peserta, termasuk santri Pondok Pesantren Cipasung, IPPNU Tasikmalaya, PCNU, GP Ansor, Banser, serta tamu undangan lainnya dan ditayangkan langsung di Chanel Youtube CipasungTV, menghadirkan narasumber utama Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), PhD, pakar hukum Islam dan akademisi terkemuka bersama KH. Muhammad Rizqi Romdhon, B.Ed., M.H., M.Pd, seorang aktivis muda Islam Tasikmalaya sekaligus pengurus besar NU.
Kegiatan ini dikemas dalam format diskusi interaktif yang berlangsung meriah dengan antusiasme tinggi. Diskusi dipandu oleh Diwan Masnawi sebagai moderator.
Para peserta aktif berpartisipasi dengan mengajukan pertanyaan, terutama kepada Gus Nadir sapaan akrab Prof. Nadirsyah yang membahas berbagai isu sosial dan keislaman dalam konteks perkembangan media sosial.
Dalam paparannya, Gus Nadir menekankan pentingnya pendekatan fiqih sosial untuk memahami hukum Islam di era digital. Ia menjelaskan bahwa media sosial telah menghadirkan tantangan baru yang memerlukan pembaruan perspektif dalam fiqih Islam.
“Fiqih kita selama ini lebih banyak berbasis pada pendekatan tradisional. Itu tidak salah, tetapi dengan hadirnya media sosial, pendekatan tersebut perlu diperluas. Tidak cukup hanya melihat sesuatu dari halal atau haram,” ujar Gus Nadir kepada wartawan.
Ia juga menyoroti fenomena seperti judol (perjudian digital), yang menurutnya tidak cukup hanya dilarang secara hukum, tetapi juga memerlukan solusi yang komprehensif.
“Semua ulama sepakat judi itu haram. Tapi, apakah dengan mengatakan haram, masalah selesai? Tidak. Platform tersebut menghadirkan tantangan baru yang membutuhkan pendekatan fiqih sosial,” tambahnya.
Fiqih sosial, menurut Gus Nadir, memungkinkan penerapan hukum Islam dengan mempertimbangkan konteks sosial dan perubahan zaman. Ia menyebutkan bahwa konsep ini sebenarnya telah diperkenalkan oleh ulama besar NU, seperti KH Aliyafi dan KH Muhammad Salman, lebih dari tiga dekade lalu, tetapi sayangnya kurang mendapat perhatian di era modern.
“Fenomena media sosial hari ini sangat membutuhkan pendekatan fiqih sosial. Kita perlu meresponsnya dengan kerangka fiqih yang relevan tetapi tetap sesuai dengan tuntunan Islam,” jelasnya.
Pengajian ini merupakan bagian dari rangkaian roadshow yang melibatkan berbagai daerah, termasuk Tasikmalaya, Garut, dan Pandeglang. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak media sosial terhadap pola pikir dan interaksi sosial.
Suasana malam seakan tidak beranjak begitu hidup, penuh keakraban, dengan diskusi yang berlangsung hingga larut malam. Para peserta tampak enggan meninggalkan lokasi, menunjukkan antusiasme mereka terhadap topik yang dibahas.
Melalui kegiatan ini, Pondok Pesantren Cipasung berharap dapat memberikan wawasan yang relevan dan solutif untuk menjawab tantangan umat Islam di era digital. (Pakesit)***