Strategi Menyelamatkan Mental Anak dari Ancaman Learning Loss di Kelas V SDN Leuwikidang

Oleh : Deny Kurniawan (Guru Kelas V SDN Leuwikidang) 

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) mengeluarkan kebijakan dalam pengembangan Kurikulum Merdeka yang diberikan kepada satuan pendidikan sebagai opsi tambahan dalam rangka melakukan pemulihan pembelajaran selama 2022-2024. Kebijakan Kemendikburistek terkait kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran.

Read More

Merujuk pada kondisi dimana pandemi COVID-19 yang menyebabkan banyaknya kendala dalam proses pembelajaran di satuan Pendidikan yang memberikan dampak yang cukup signifikan. Kurikulum 2013 yang digunakan pada masa sebelum pandemi menjadi satu satuanya kurikulum yang digunakan satuan pendidikan dalam pembelajaran. Masa pandemi 2020 s.d. 2021 Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat (Kur-2013 yang disederhanakan) menjadi rujukan kurikulum bagi satuan pendidikan. Masa pandemi 2021 s.d. 2022 Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak (SP) dan SMK Pusat Keunggulan (PK).

Kenyataannya tidak semua peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan situasi ketika pandemi. Terdapat beberapa peserta didik kehilangan kemampuan dasarnya bisa disebut dengan istilah Learning Loss. Pada Tahun Pelajaran 2022-2023 ini sekolah kami memang belum mendaftarkan diri untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, karena kurangnya sosialiasi menyebabkan sebagian besar guru belum memahami seperti apa kurikulum merdeka itu sendiri. Tapi sebagai persiapan, seluruh pendidik di SDN Leuwikidang di arahkan untuk mengakses platform Merdeka Mengajar dan mengikuti pelatihan mandiri yang tersedia dalam platform tersebut. Juga kami mengadaptasi rancangan pembelajaran yang berbasis Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Merujuk pada kenyataan adanya Learning Loss ini, saya dapati bahwa kemampuan beberapa peserta didik kelas 5 saat ini secara mental sebenarnya masih seperti kemampuan anak kelas 2. Karena kurang lebih selama 2,5 tahun mereka belajar secara jarak jauh (daring). Berdasarkan hasil diagnosis awal tahun pelajaran terdapat beberapa peserta didik yang mengalami kesulitan baca, tulis, dan berhitung. Hal ini tentunya sangat menyulitkan anak untuk mengikuti materi pelajaran. Belum lagi kondisi anak yang mulai memasuki masa remaja membuat mereka merasa minder karena di usia tersebut mereka belum bisa membaca, menulis dan berhitung. Untuk menghindari tindakan perundungan dari teman-temannya, saya berusaha mencari cara dan mengatur strategi agar anak-anak tersebut mau memulai kembali belajar calistung tanpa merasa dipermalukan di depan teman-temannya. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan presisi maka saya mencari juga informasi tambahan mengenai latar belakang anak-anak tersebut dari rekan guru lain, teman sepermainan baik di sekolah maupun di rumah, dan anggota keluarganya.

Hasil asesmen awal tersebut ternyata ditemukan fakta bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik tersebut. Diantaranya faktor lingkungan yang kurang mendukung. Beberapa anak tidak tinggal bersama kedua orang tuanya. Melainkan tinggal bersama kerabat maupun saudaranya, sehingga sangat berpengaruh pada mental anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Selain itu juga karena maraknya penggunaan smartphone yang tidak sesuai tujuan awalnya pada saat pembelajaran daring. Saat pembelajaran dilaksanakan secara daring, banyak orangtua yang memfasilitasi anaknya dengan smartphone dengan tujuan agar anak tersebut bisa mengerjakan tugas dari guru. Namun pada kenyataannya penggunaan smartphone lebih banyak dimanfaatkan sebagai sarana hiburan oleh anak-anak. Seperti bermain games dan aktif di sosial media. Belum lagi kesibukan kebanyakan orang tua yang tidak dapat mengontrol kegiatan belajar anak selama daring menyebabkan minat peserta didik untuk belajar sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan bermain smartphone.

Dengan situasi permasalahan yang sangat komplek tersebut, saya tidak sanggup mengurai permasalahan tersebut seorang diri. Ditambah lagi jumlah peserta didik yang saya ajar melebihi pagu ideal. Idealnya 1 rombel terdiri dari 28 orang peserta didik, sedangkan saya harus mengajar 47 orang peserta didik. Dari 47 orang peserta didik di kelas V tersebut ada sekitar 10 peserta didik yang kemampuan dasarnya dalam baca, tulis dan berhitung masih sangat kurang. Oleh karena itu saya mencoba berdiskusi dengan rekan guru-guru yang lain agar mendapatkan inspirasi baru. Saya terkadang merasa kewalahan untuk memberikan bimbingan khusus bagi peserta didik dengan kemampuan dasar calistung masih minim yang idealnya harus sudah dikuasai maksimal di kelas 3 (akhir kelas rendah). Belum lagi saya juga harus menghadapi dan memberikan pelayanan kepada banyak peserta didik lain yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Untuk itu saya memberikan pilihan kepada peserta didik tersebut untuk memilih bapak/ibu guru yang ada disekolah untuk menjadi pembimbing dalam mengejar ketertinggalan pembelajaran selama kurang lebih dua tahun yang lalu. Hal tersebut saya lakukan dengan harapan mampu meningkatkan minat belajar peserta didik, semangat belajar peserta didik tumbuh tanpa adanya rasa terpaksa, dan peserta didik mampu mengembalikan kemampuan dasarnya yang selama ini sudah tertinggal. Setelah mendapatkan bimbingan setiap pekan saya berkoordinasi dengan rekan guru untuk mengetahui perkembangan peserta didik. Terdapat dua orang peserta didik yang tidak berminat untuk mengembangkan keterampilan dasarnya tersebut dan lebih menyukai kegiatan/mata pelajaran yang melibatkan aktivitas fisik. Maka saya arahkan untuk lebih memperdalam pada aktivitas motorik agar ketika dewasa nanti keterampilan mereka tersebut benar-benar terarah dan terasah sehingga memungkinkan mereka untuk menjad seorang olahragawan, tentara, atlet, atau bahkan seniman. Untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran saya sering memanfaatkan berbagai benda yang ada di sekitar peserta didik untuk dijadikan media pembelajaran. Hal tersebut saya lakukan dengan tujuan untuk merangsang kreativitas dan semangat belajar peserta didik. Selain itu kegiatan pembelajaran juga dibantu dengan penggunaan media ajar berbentuk video animasi maupun cerita inspirasi yang bisa memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana menghadapi tantangan hidup kepada peserta didik. Sehingga peserta didik yang sudah mampu mengikuti pelajaran dengan baik bisa jadi teladan dan motivator untuk teman sekelas yang mengalami ketertinggalan dalam mengembangkan keterampilan dasar untuk belajarnya. Hal-hal tersebut perlu dilakukan agar semangat dan minat belajar peserta didik untuk tetap berangkat ke sekolah tetap terjaga. Sejatinya minat belajar peserta didik hadir karena adanya rasa senang dan tidak adanya paksaan untuk menekuni kegiatan tersebut.***

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *