Sejak negara Indonesia merdeka, para pendiri bangsa menginginkan supaya seluruh masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang cerdas, seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke IV yang menyatakan bahwa tujuan negara Indonesia salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam hal ini adalah seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah berusaha agar tujuan negara tersebut dapat tercapai dengan berbagai upaya, salah satunya dengan membuat kurikulum yang harus digunakan di lingkungan pendidikan, khususnya pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Perguruan Tinggi baik yang didirikan di bawah wewenang pemerintah (negeri) ataupun yang di didirikan oleh pihak masyarakat (swasta). Hanya saja dari tiap tahun atau periode kurikulum pendidikan tersebut selalu mengalami perubahan yang tujuannya untuk memperbaiki proses pembelajaran supaya peserta didik atau rakyat Indonesia memiliki sumber daya yang tinggi atau SDM yang berkualitas dan tidak tertinggal dengan negara lain. Namun hal itu dengan berjalannya waktu dan zaman, SDM negara Indonesia tertinggal dengan negara lain. Hal ini berdasarkan hasil Studi Programme For International Student Assesment (PISA) ternyata negara Indonesia tertinggal kemampuannya dalam hal literasi dan numerasi. Dalam hal memahmi soal literasi (membaca) dan numerasi (berhitung), maka pemerintah dalam hal ini menteri Pendidikan meluncurkan program Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang tujuannya untuk mengetahui sejauh mana peserta didik di lapangan atau sekolah-sekolah menguasai soal-soal yang tidak hanya sekedar menghapal kkonsep-konsep tetapi juga menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan pemikiran. Berdasarkan hal tersebut, ternyata di lapangan, masih banyak peserta didik yang dapat membaca dan berhitung tetapi tidak dapat memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi. Untuk memahami soal numerasi saja untuk peserta didik yang sudah bisa membaca masih kesulitan untuk mengerjakannya apalagi peserta didik yang belum bisa membaca sama sekali. Karena kenyataannya di sekolah-sekolah baik di SD atau SMP bahkan SMA, masih ada peserta didik yang belum bisa membaca. Hal inilah yang menjadi permasalahan sangat penting bagi kita untuk dihadapi dan dicarikan solusinya. Kemampuan membaca untuk peserta didik merupakan hal yang sangat penting sehingga kemampuan literasi juga sedikit demi sedikit dapat teratasi.
Pengertian literasi diambil dari bahasa serapan Inggris, yaitu literacy, diartikan sarana untuk sumber belajar. Menurut Elizabeth Sulzby, literasi adalah kemampuan seseorang dalam berbahasa dan berkomunikasi. Sedangkan menurut Harvey J. Graff, mengartikan bahwa literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, jadi literasi merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang atau peserta didik dalam membaca dan menulis bahkan membaca suatu persoalan yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kemampuan literasi khususnya kemampuan membaca yang terjadi di sekolah-sekolah, khususnya SD Leuwikidang ternyata masih ada. Hal ini terjadi disebabkan karena terjadinya pandemi Corona Virus-19 hampir dua tahun lamanya yang menyebabkan pembelajaran untuk membimbing peserta didik supaya dapat membaca menjadi terhambat, juga dikarenakan sebagian orang tua yang tidak peduli dengan tidak membimbing anaknya untuk belajar membaca di rumah karena mereka menganggap mengajarkan membaca itu hanyalah tugas seorang guru. Untuk mengatasi permasalahan peserta didik yang belum bisa membaca, maka guru di sekolah memberikan waktu tambahan untuk belajar membaca bagi peserta didik yang belum bisa membaca dengan berbagai teknik membaca agar peserta didik dapat membaca seperti teman-temannya yang sudah bisa membaca, yang akhirnya mereka juga sedikit demi sedikt diajarkan dengan kemampuan literasi yang lebih tinggi.
Jadi kemampuan literasi peserta didik dapat tercapai jika kemampuan dasar membaca dan menulisnya sudah bisa, sehingga jika diajak kepada soal yang ada dalam kehidupan sehari-hari, mereka sedikit demi sedikit mampu memberi solusi atau memecahkan.***