Oleh : Hj Elis Lisnawati, S.Pd. (Guru SDN 3 Sukamenak)
Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman dan menyenangkan serta menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan. Tindak kekerasan di Indonesia telah melewati ambang batas, berbagai kasus terjadi dan menjadi problematika khususnya di satuan pendidikan. Kekerasan pada anak terbagi menjadi lima jenis diantaranya kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran dan eksploitasi. Perundungan atau Bullying termasuk jenis kekerasan yang sering terjadi di satuan pendidikan dan merupakan isu global yang marak diperbincangkan dikalangan pendidikan dan menjadi masalah penting karena mengganggu iklim belajar peserta didik.
Pencegahan perundungan merupakan upaya perlindungan anak agar peserta didik dapat merasa nyaman saat belajar sehingga berkonsentrasi untuk menuntut ilmu. Sekolah yang merupakan rumah kedua haruslah menjadi tempat aman, dan menyenangkan bagi peserta didik sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi dan kreatifitasnya. Sebagai rumah kedua bagi peserta didik sekolah perlu bahu membahu
berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk mengembangkan ekosistem pendidikan yang harmonis, dan menumbuhkan kebersamaan antar peserta didik atau antar peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan dan orang tua serta masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan. Kewajiban satuan pendidikan dalam upaya pencegahan kekerasan termasuk perundungan yaitu menyusun Prosedur Operasi Standar (POS) mengacu pada pedoman kemendikbudristek dengan penyusunan kebijakan keselamatan anak, dan juga pembuatan tim perlindungan anak.
Tim perlindungan anak di Sekolah membentuk agen untuk berkampanye mencegah perundungan. Agen tersebut berasal dari kepala sekolah, para pendidik, peserta didik,dan dari unsur orang tua wali. Kampanye tersebut tidak hanya berupa sosialiasi maupun pemasangan banner diluar ruangan tetapi kampanye melalui media sosial web sekolah, fb, maupun instagram sekolah mengenai macam-macam tindak kekerasan juga jenis-jenis perundungan, sekolah juga harus membuat papan pengaduan dan kotak saran untuk menampung pengaduan yang tidak dapat diceritakan secara langsung dikarenakan takut atau tertekan.
Satuan Pendidikan dapat menerapkan berbagai macam stategi dalam upaya pencegahan kekerasan pada anak khususnya perundungan diantaranya dengan komitmen dari semua pendidik untuk memberantas kasus perundungan dan jangan mengabaikan kasus tersebut atau menyepelekan karena perundungan dapat terjadi berulang dan berkembang menjadi kekerasan fisik jika dibiarkan, membuat agent of change yang terdiri dari peserta didik yang akan selalu menjadi tim pencegahan tindak kekerasan dan bertugas mensosialiasasikan antibullying dan
berkewajiban melaporkan setiap ada tindakan perundungan yang terjadi di sekolah, berkoordinasi dengan pihak orang tua wali peserta didik untuk bersama-sama mengawasi dan memantau serta menekan kasus perundungan, Memperkuat nilai toleransi dan cinta sesama disetiap mata pelajaran dan mengagendakan pekan kreatifitas bertema cinta sesama, menyisipkan materi perundungan pada kegiatan ekstrakulikuler.
Harapan dari Direktorat Sekolah Dasar bahwa tidak ada lagi kasus kekerasan fisik,emosional, dan seksual yang menimpa peserta didik dan juga kegiatan sosialiasi kekerasan pada anak dan perundungan dapat diimplementasikan di satuan pendidikan diantaranya dengan praktik baik yang dapat mewujudkan sekolah yang ramah anak.
Untuk mewujudkan sekolah yang menjadi rumah kedua bagi peserta didik agar dapat menumbuh kembangkan potensi peserta didik yang memiliki profil pelajar pancasila tidak cukup dibebankan kepada kepala sekolah dan pendidik tapi semua elemen masyarakat harus ikut terlibat dalam mengemban amanah mempersiapkan generasi bangsa yang berkarakter dan berkualitas. Sekolah yang bebas dari perundungan akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan sehingga anak lebih leluasa berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran.***